Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Kekayaan pangan milik Indonesia selain beras, sagu dan gandum adalah buru hotong. Karena hotong berasal dari Kabupaten Buru, Maluku, maka disebut juga buru hotong. Rasa nasi biji hotong tidak berbeda jauh dengan nasi beras, hanya teksturnya saja lebih liat.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Achmad Suryana menyatakan, buru hotong bisa dijadikan suplai atau cadangan pangan sebagai langkah diversifikasi pangan. Apalagi, program diversifikasi pangan mulai digerakkan pemerintah dalam satu hingga dua tahun terakhir.
Beberapa komoditi yang menjadi sasaran diversifkasi adalah singkong, umbi-umbian serta jagung. “Hotong saya kira bisa menjadi salah satu alternatif pengganti beras yang bisa dikembangkan ke depan, apalagi sudah terbukti kandungan gizinya bagus,” tutur Achmad.
Sejak lima tahun silam, ahli tanaman pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) sudah membuktikan bahwa karbohidrat yang terkandung dalam buru hotong bakal langsung terurai di dalam tubuh; berbeda dengan beras yang dikonversi terlebih dulu menjadi glukosa. Dus, buru hotong bisa dikonsumsi oleh penderita diabetes.
Buru hotong juga memiliki kelebihan tingkat adaptasi yang tinggi dan mampu hidup di media yang kering. Selain itu, buru hotong merupakan tanaman yang tahan hama sehingga bersih dari pestisida. Ditambah lagi, hasil panenan buru hotong bisa disimpan hingga 20 tahun alias awet.
Untuk memproduksi buru hotong, petani hanya mengeluarkan ongkos sepertiga dari ongkos yang jamak dikeluarkan untuk memproduksi beras. Soalnya, buru hotong ini tidak butuh banyak pupuk, pestisida dan air. Sebagai gambarannya, kalau biaya produksi beras per hektar sekitar Rp 9 juta, maka untuk hotong biaya produksinya hanya Rp 3 juta per hektar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News