Reporter: Gloria Haraito |
JAKARTA. Tak mau berlarut-larut dengan kerusakan fuel pump, PT Gamya Taksi Group tengah menjajaki kerja sama dengan PT Shell Indonesia. Rupanya, Gamya bercermin pada indikasi sementara tentang adanya kandungan sulfur dalam Premium Pertamina.
Mintarsih A Latief, Direktur Utama Gamya mengatakan, sia-sialah kalau saat ini perusahaan mengganti tangki bensin namun penyebab kerusakan masih beredar di SPBU.
Selama ini armada Gamya mengisi bensin di SPBU Kreo, Pondok Bambu, dan TB Simatupang. "Tidak ada jaminan kalau tangki bensin diganti, kejadian serupa tak akan terjadi lagi," ujar Mintarsih kepada KONTAN hari ini (27/7).
Sejak dua bulan lalu, terdapat 270 unit taksi Gamya yang koleps akibat fuel pump rusak. Jumlah ini merupakan 25% dari total armada Gamya. Hari ini, masih tersisa 50 armada Gamya yang lumpuh. Mintarsih bilang, satu armada bisa mengumpulkan pendapatan antara Rp 350.000 hingga Rp 600.000 per hari. Dari jumlah tersebut, sopir mendapatkan komisi progresif antara 10% sampai 30%.
Keterbatasan pasokan komponen fuel pump membuat Gamya harus mengantri 10 hari sampai tiga minggu sampai mobil bisa berjalan normal. Ini belum ditambah dengan biaya penggantian tangki bensin.
PT Toyota Astra Motor sebagai agen tunggal pemegang merek (ATPM) Toyota Limo yang dipakai Gamya membanderol komponen tangki bensin seharga Rp 2,5 juta. Jadi, bisa dibayangkan bukan total kerugian dari mampetnya fuel pump? Demi menekan kerugian, Gamya pun tengah bernegosiasi dengan ATPM agar diberi keringanan biaya.
Menaikkan tarif
Meski sudah berniat menjalin kerja sama dengan Shell, namun saat ini Gamya belum mulai merealisasikan kerjasama tersebut. Sebab, perusahaan masih mengkalkulasi resiko yang harus ditanggung bila menggandeng mitra baru. Tak menutup kemungkinan kerja sama ini akan berakibat kenaikan tarif Gamya dari yang tadinya tarif bawah menjadi tarif atas. Tarif bawah menerapkan biaya awal Rp 4.000, sementara tarif atas Rp 5.000.
"Kalau tidak ada jalan lain, terpaksa kami harus meningkatkan tarif, daripada kerusakan berlarut-larut," lanjut Mintarsih. Ia pun berharap, Pertamina segera meningkatkan kualitas Premium. Bila tidak, ketimbang menyebabkan kerusakan mobil, ia menyarankan Pertamina menghapuskan produk tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News