Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Adapun menurut Yunus, harga jual-beli bijih nikel dengan mengacu pada HPM ini merupakan formulasi yang lebih adil bagi penambang maupun smelter. Dia menerangkan, penetapan HPM pada Permen ESDM No. 11/2020 telah mempertimbangkan Harga Mineral Acuan (HMA) yang berlaku secara internasional.
Yunus pun memastikan, harga bijih nikel yang mengacu pada HPM pasti di atas Harga Pokok Produksi (HPP) dari penambang. Sehingga, tetap memberikan margin keuntungan bagi penambang maupun pengusaha smelter.
Yunus memberikan gambaran, HPP nikel rata-rata berkisar di angka US$ 20 - US$ 22 per ton. Dengan harga rata-rata bijih di level US$ 28 - US$ 30 per ton, kata Yunus, penambang masih memiliki margin profit sekitar 34%, sedangkan untuk smelter sekitar 33%.
"Ini sudah mempertimbangkan kedua belah pihak, baik penambang maupun smelter. Itu artinya (harga nikel domestik mengacu pada HPM) sudah ada di posisi yang tengah," sebut Yunus.
Dia memang tak memaparkan dengan detail berapa banyak transaksi bijih nikel di smelter yang sudah dan yang belum mengacu pada HPM. Namun, Yunus menyebut bahwa jika masih ada transaksi yang di bawah HPM, bisa jadi itu merupakan kontrak lama antara penambang dan smelter yang belum disesuaikan.
Baca Juga: Trinitan Metals & Minerals gandeng ESDM kembangkan teknologi baru pengolahan nikel
"Maka penyesuaian kontrak itu butuh waktu. Ada yang kontraknya berakhir 3 bulan lagi, 2 bulan lagi, nanti diperbarui dengan HPM," kata Yunus.
Yang jelas, dia menegaskan bahwa HPM logam nikel yang tercantum dalam Permen ESDM No. 11/2020 merupakan harga batas bawah (floor price) yang harus ditaati oleh penambang dan smelter, termasuk yang berjenis perizinan IUI.
Sekalipun harga transaksi lebih rendah dari HPM pada periode tertentu atau karena ada penalti atas mineral pengotor (impurties), penjualan dapat dilakukan di bawah HPM dengan selisih paling tinggi 3%. Jika tidak, maka pemerintah akan memberikan sanksi mulai dari peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha, dan/atau pencabutan izin.
Pengawasan dalam implementasi tata niaga nikel domestik ini bakal dilakukan oleh satgas dan hasilnya akan dilaporkan ke Kementerian terkait, yakni Kementerian ESDM dan Kemenperin. "Satgas tugasnya kerja, mengevaluasi, melihat sejauh mana implementasinya. Satgas melaporkan pada kementerian, kemudian nanti kementerian yang memberikan surat peringatan atau sanksi secara resmi," tandas Yunus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News