kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Chandra Asri (TPIA) belum akan berhenti ekspansi dalam lima tahun ke depan


Sabtu, 07 Desember 2019 / 13:02 WIB
Chandra Asri (TPIA) belum akan berhenti ekspansi dalam lima tahun ke depan
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) berbincang dengan Founder PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) Prajogo Pangestu (kedua kanan), disaksikan Presiden Direktur Chandra Asri Erwin Ciputra


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - CILEGON. Bertambahnya kapasitas produksi polietilena (PE) PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) diharapkan membawa dampak positif bagi perolehan penjualan perseroan. Menurut Erwin Ciputra, Presiden Direktur TPIA saat peresmian pabrik, Jumat (6/12) dengan penambahan kapasitas ini akan menghemat devisa senilai Rp 8 triliun lantaran impornya bisa berkurang dengan penambahan produksi dalam negeri.

Suhat Miyarso, Sekretaris Perusahaan TPIA bilang penambahan devisa senilai tersebut yang berasal dari kapasitas pabrik PE baru sebesar 400 ribu ton juga akan mengerek peningkatan revenue perusahaan kisaran level itu pula. "Namun memang efeknya baru dirasakan (full year) 2020 nanti," terangnya ditemui usai peresmian, Jumat (6/12).

Baca Juga: IISIA sebut tidak sinerginya peraturan perpanjangan impor untungkan industri baja

Adapun usai melakukan penambahan PE, Chandra Asri tak berhenti di situ saja. Produsen petrokimia ini akan terus berekspansi paling tidak hingga lima tahun ke depan.

Suhat Miyarso bilang salah satu proyek selanjutnya yaitu merampungkan pabrik MBTE dan Butene-1. Dalam materi paparan publik perseroan disebutkan estimasi pabrik tersebut jalan sekitar kuartal tiga 2020.

Menurut manajemen produk yang dihasilkan pabrik tersebut akan membantu rantai pasokan bahan baku petrokimia, sebagaimana diketahui MBTE dan Butene-1 merupakan bahan pendukung produksi polietilena (PE). Adapun kapasitas produksi MBTE dan Butene-1 yang tengah dibangun kisaran 130 ribu ton dan 43 ribu ton per tahun dengan nilai investasi US$ 87 juta.

Baca Juga: Gawat! Pupuk Indonesia Kekurangan Bahan Bakar Gas

Selain itu perusahaan juga akan membangun komplek petrokimia tahap II atau yang disebut CAP II. Manajemen optimistis mega pabrik tersebut akan rampung di 2024.

Rincian produksinya meliputi 1 juta ton cracker etilena dan berbagai produk petrokimia derivatif hilir lainnya. Secara total seluruh produk petrokimia yang bakal dihasilkan di CAP II tersebut kurang lebih 4 juta ton per tahun, dengan demikian total kapasitas terpasang seluruh pabrikan TPIA lima tahun lagi bakal mencapai 8 juta ton per tahunnya.

Manajemen menyebutkan saat ini perusahaan sedang memasuki tahap kajian dengan strategic investor. Sedangkan tahap finance investment decision akan dilakukan pada kuartal IV-2020 dengan estimasi investasi Rp 60 triliun hingga Rp 80 triliun.

Mengenai target pertumbuhan tahun ini dan tahun depan, Suhat masih enggan berkomentar. Asal tahu saja sampai dengan Juni 2019, laba bersih perusahaan anjlok menjadi US$ 32,92 juta atau turun 71,42% dibanding laba tahun lalu sebesar US$ 115,21 juta.

Hal yang sama terjadi dengan pendapatan TPIA yang turun 18% menjadi US$ 1,05 miliar. Padahal, pendapatan pada periode semester pertama 2018 mencapai US$ 1,286 miliar.

Baca Juga: Grand Kartech Menargetkan Cuan Tahun Depan

Dalam paparan publik bulan lalu (15/11), TPIA mengklaim, pendapatan bersih yang mengalami penurunan tidak lepas dari turunnya harga jual produk petrokimia. Meski demikian, secara kuantitas atau volume penjualan TPIA cukup stabil.

Selain itu, turunnya pendapatan juga dipengaruhi oleh industri petrokimia yang sedang mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh penambahan kapasitas yang lumayan banyak dan kontraksi dari sisi permintaan (demand) akibat perang dagang AS-China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×