kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Cheetam salt sulit kantongi tambahan lahan dari PU


Jumat, 12 Agustus 2011 / 18:00 WIB
ILUSTRASI. Mantan PM Belgia Sophie Wilmes dan PM Alexander De Croo


Reporter: Dani Prasetya | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Perusahaan Cheetham Salt Ltd. mengalami kesulitan mengantongi tambahan lahan seluas 293 hektare dari Kementerian Pekerjaan Umum.

Meski sudah mendapat rekomendasi penggunaan lahan di area irigasi yang dibangun kementerian itu ternyata lokasi yang diberikan itu tidak memenuhi standar area pengembangan garam. "Saat disurvei ternyata berbukit-bukit dan berpasir. Tidak bisa dipakai," ucap Dirjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, Jumat (12/8).

Padahal, perusahaan asal Australia itu telah mengantongi izin dari Kementerian Perindustrian untuk dapat membangun pabrik dan pelabuhan di Kabupaten Nagekeo Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Untuk membangun proyek itu, Cheetam Salt Ltd. membutuhkan lahan seluas 1.050 hektare. Lahan seluas 757 hektare sudah dikantongi izin penggunaannya. Namun, sisanya masih memerlukan bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum lantaran wilayah kebutuhan Cheetham Salt Ltd yang masuk area pembangunan irigasi.

Nilai investasi proyek itu sekitar US$15 juta untuk pabrik dan US$6 juta untuk pelabuhan. Rencananya, pembangunan pabrik itu akan menyerap 1600 petani garam lokal sehingga diharapkan dapat memberi efek positif pada penyerapan tenaga kerja.

Terkait hal itu, Panggah menyayangkan, rencana masuknya investasi perusahaan berkapasitas 650 ribu ton per tahun untuk menambah produksi garam dalam negeri itu kurang mendapat respons positif.

Terutama lantaran statusnya sebagai investor asing yang berniat menggarap kawasan garam yang potensinya diperkirakan melebihi Australia. "Masuknya investasi garam itu sebenarnya bagus untuk produksi kita juga," ujarnya.

Sebab, lanjutnya, mengandalkan produksi petani garam setempat kurang dapat menutupi kekurangan kebutuhan dalam negeri. Apalagi, area pembuatan garam di NTT itu hanya sebatas pekerjaan lokal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Oleh karena itu, pihaknya bakal memfasilitasi negosiasi antara perusahaan garam itu dengan Kementerian Pekerjaan Umum agar diberi kemudahan tambahan lahan. "Kita akan coba negosiasi lagi dengan PU," katanya.

Untuk diketahui, Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Moch. Amron sebelumnya menjanjikan akan memberikan tambahan lahan yang dibutuhkan perusahaan garam itu. "Mereka kurang 293 hektare. Nanti kita lihat di peta bisa mengambil dari area bagian mana," katanya.

Tambahan lahan itu dijanjikan dari area pembangunan irigasi yang saat ini masih dilaksanakan. Kementerian itu memang masih menyelesaikan sisa pembangunan irigasi seluas 1.600 hektare sejak 2010. Proyek senilai Rp 60 miliar itu merupakan lanjutan pembangunan irigasi seluas 5.000 hektare yang telah dilaksanakan sejak 1953.

Lahan seluas 757 hektare yang sudah didapat Cheetam Salt Ltd. itu sebelumnya masuk area pembangunan irigasi, tapi lantaran statusnya yang disebut tanah adat maka akhirnya Kementerian Pekerjaan Umum urung menggunakan lahan itu. Lagi pula, sekitar 300 hektare merupakan lahan pasang surut dan 457 hektare merupakan bekas lahan garap garam Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi zaman dulu.

Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahayana juga menyebut, Cheetam Salt Ltd. bisa mengantongi insentif berupa pembebasan atau pengurangan pembayaran pajak dalam waktu tertentu (tax holiday).

Namun, dia mempersyaratkan, produk yang dihasilkan perusahaan itu nantinya harus berkualitas industri. "Bukan kualitas garam rakyat. Kalau garam industri kan selama ini kita impor," jelasnya.

Dengan demikian, investasi baru dapat berkontribusi pada pengurangan angka impor yang selama ini berjalan untuk memenuhi kebutuhan garam industri.

Garam Konsumsi (dalam ton)

Tahun Produksi Kebutuhan Izin Impor Realisasi Impor
2007 1.150.000 1.123.900 202.500 191.173
2008 1.199.000 1.141.820 200.000 88.500
2009 1.371.000 1.160.150 117.500 99.754
2010 30.600 1.200.800 815.000 597.583
2011 62.000* 1.600.000 1.040.000 923.756

*) data sampai 8 Agustus 2011

Garam Industri (dalam ton)

Tahun Produksi Kebutuhan Izin Impor Realisasi Impor
2007 - 1.505.700 1.633.616 1.632.660
2008 - 1.748.000 1.587.993 1.542.293
2009 - 1.800.100 2.626.206 1.636.699
2010 - 1.802.750 2.227.702 1.590.049
2011 - 1.802.750 882.769 783.753

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×