Reporter: Narita Indrastiti, Eka Saputra, Syamsul Ashar | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Krisis ekonomi Eropa mulai membuat pesimistis China. Kemarin, Pemerintah China mengumumkan angka revisi pertumbuhan ekonominya dari 8% menjadi 7,5% akibat tekanan krisis ekonomi global. China juga menetapkan defisit anggaran sebesar 800 miliar yuan atau 1,5% dari produk domestik bruto dan inflasi sebesar 4%.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi China akan berpengaruh besar bagi Indonesia, terutama dari sisi neraca perdagangan Indonesia-China. Ada kekhawatiran, demi mengerem laju penurunan ekonomi, China akan habis-habisan memacu pasar ekspor non-Eropa dan Amerika Serikat.
Indonesia bisa makin kebanjiran barang impor dari China, untuk mengganti penurunan pasar ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Alhasil, defisit perdagangan Indonesia-China pun berpeluang makin menganga.
Amalia Adininggar, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, memperkirakan, China berpotensi membombardir pasar tekstil dan elektronik di Tanah Air. Maklum, dua jenis barang inilah yang merajai ekspor China ke Eropa dan Amerika Serikat.
Tanda-tanda China akan menjadikan Indonesia sebagai lokasi pengalihan ekspor tekstil dan elektronik dari Eropa dan AS itu sudah terlihat dari neraca perdagangan Januari 2012. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, defisit perdagangan Indonesia dengan China US$ 1,17 miliar. Sementara versi Bloomberg, defisitnya sekitar US$ 328 juta. Padahal, Desember 2011, defisit perdagangan Indonesia-China menipis jadi US$ 162,9 juta.
Meski mengkhawatirkan banjir bandang barang impor China, Amalia masih optimistis, ekspor Indonesia ke China tetap tumbuh, terutama ekspor bahan dasar seperti batubara. "China tetap membutuhkan batubara dari Indonesia karena merupakan sumber energi pembangkit listrik mereka," ujarnya, Senin (3/5).
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Chris Kanter, menyarankan pemerintah agar lebih memperketat pengawasan barang impor demi menangkal penyelundupan barang. Selain ketat mengawasi arus barang, pemerintah perlu memaksimalkan peran Komite Anti Dumping Indonesia (Kadi). Chris yakin, dua cara ini bisa efektif membendung serbuan barang dari China.
Antisipasi ini penting dilakukan pemerintah. Sebab, bukan mustahil, eksportir dari China menempuh berbagai cara agar bisa memperbesar pasar di Indonesia. Misalnya, produk yang batal dikirimkan ke Eropa atau Amerika, lantas dikirimkan ke Indonesia dengan harga miring. "Harganya sudah harga dumping, bukan kewajaran lagi," katanya.
Tanpa antisipasi, niscaya barang dari China makin bebas beredar di Tanah Air.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News