kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,72   14,42   1.59%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Curah Hujan Tinggi, Produksi Garam Terancam Turun


Jumat, 16 Juli 2010 / 17:22 WIB
Curah Hujan Tinggi, Produksi Garam Terancam Turun


Reporter: Asnil Bambani Amri |



JAKARTA. Produksi garam nasional dikhawatirkan turun pada tahun ini. Pasalnya, di sejumlah daerah, petani garam menunda produksinya akibat tingginya curah hujan. Dus, aktivitas pembersihan lahan tambak garam yang seharusnya sudah mulai dilakukan petani, hingga saat ini belum dilakukan.

"Bahkan ada beberapa lokasi tambak garam di Cirebon yang mengalami kebanjiran," kata Idrus Xein, Direktur Business Development Services (DBS) Harmoni, salah satu perusahaan konsultan pendamping petani garam Indramayu, Jumat (16/7).

Menurut Idrus, biasanya pada awal Juli petani garam sudah mulai membuka lahan; dan pada pertengahan bulan mulai memproduksi garam. Bila lahan dibuka pada awal Juli, pada pekan kedua dan ketiga petani garam akan mulai memanen garam. Asal tahu saja, masa produksi garam hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu saja.

Hanya saja, saat ini petani garam justru belum mulai berani memproduksi karena khawatir bakal diguyur hujan pada pertengahan waktu. "Kalau garamnya sudah kering kemudian hujan, maka garamnya bisa mencair lagi," jelas Idrus.

Idrus menghitung, kondisi alam saat ini merupakan anomali besar yang membuat cuaca tidak menentu. Padahal, petani garam membutuhkan panas tinggi agar bisa berproduksi.

Bila kondisi alam menggelinding normal, cuaca panas di wilayah Cirebon dan Indramayu bisa bertahan selama 3,5 bulan dalam satu tahun; dan biasanya dimulai pada bulan Juli. Sayangnya, hingga pekan kedua ini curah hujan masih terbilang tinggi.

"Kami berharap bulan Agustus sudah masuk musim panas," jelas Idrus. Hitungannya, bila bulan Agustus petani garam mulai berproduksi, maka bisa dipastikan produksi garam nasional akan menyusut pada tahun ini. Ujung-ujungnya, bila produksi turun, maka sudah pasti akan terjadi pembengkakan impor garam.

Garam digunakan untuk beragam usaha. Mulai dari pengasinan ikan, industri kecap, mi instan, makanan ringan dalam bentuk biskuit atau kue, hingga industri penyedap rasa. Garam juga
digunakan dalam industri pakan ternak, pengeboran minyak, farmasi, kulit, hingga industri es.

Hitung punya hitung, Indonesia memiliki garis pantai 80.000 km, salah satu terpanjang di dunia. Dengan garis pantai itu, Indonesia mestinya bisa menjadi pengekspor garam. Nyatanya, saban tahun Indonesia mengimpor garam sebanyak 1,63 juta ton per tahun, atau setara dengan 60% dari total kebutuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×