kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Curhatan Dirut Krakatau Steel (KRAS) soal nasib perusahaan


Senin, 02 September 2019 / 06:05 WIB
Curhatan Dirut Krakatau Steel (KRAS) soal nasib perusahaan


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) masih melempem. Selain mengalami penyusutan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, KRAS juga masih mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 74,82 juta di tahun 2018.

Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Silmy Karim menilai, kondisi ini disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, KRAS berhadapan dengan raksasa industri baja China yang memiliki kapasitas terpasang sebesar 1 miliar ton per tahun atau setara dengan 55,55% permintaan baja dunia yang sebesar 1,8 miliar ton pertahunnya sehingga bisa mempengaruhi penjualan ekspor baja KRAS.

Selain itu, KRAS juga menghadapi persaingan penjualan baja yang ketat di tingkat nasional akibat tingginya importasi baja yang masuk ke dalam negeri. Berdasarkan keterangan Silmy, saat ini lebih dari 50% kebutuhan baja dalam negeri dipenuhi oleh baja impor yang masuk ke dalam negeri yang sebagian besar berasal dari China.

Sejalan dengan hal tersebut, mengutip data The South East Asia Iron and Steel Institute (SEASI), pada tahun 2018, publikasi Kontan yang dimuat pada 11 Juli 2019 menunjukkan bahwa jumlah importasi baja di Indonesia mencapai 7,6 juta ton.

Pada saat yang bersamaan, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa komoditas besi dan baja menjadi komoditas impor terbesar ketiga di tahun 2018, yaitu sebesar 6,45% dari total importasi dengan nilai US$ 10,25 miliar.

Baca Juga: Mewaspadai beban bank BUMN di tengah besarnya kredit afiliasi

Dalam perkembangannya, tren ini terus berlanjut di semester i 2019. Berdasarkan data Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Juni 2019 Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor besi dan baja di semester I 2019 mengalami kenaikan sebesar 4,49% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari yang semula senilai US$ 4,67 miliar pada semester I 2018 menjadi 4,88 miliar di semester I 2019.

Menurut Silmy, tingginya importasi baja yang masuk ke dalam negeri disebabkan oleh maraknya praktik dumping serta penghindaraan implementasi kebijakan antidumping (circumvention) dalam bentuk penyimpangan nomenklatur klasifikasi barang (harmonized system code/HS Code).

Baca Juga: Meski isu PHK ribuan karyawan berembus, saham KRAS ditutup menghijau

Oleh karenanya, meski Indonesia saat ini telah memiliki kebijakan antidumping yang dituangkan dalam bentuk peraturan Bea Masuk Antidumping (BMAD) terhadap impor baja, Silmy menilai bahwa pengawasan perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan HS Code.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×