kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dana ketahanan cadangan minerba diusulkan 5% dari profit atau 1% revenue perusahaan


Jumat, 18 September 2020 / 16:27 WIB
Dana ketahanan cadangan minerba diusulkan 5% dari profit atau 1% revenue perusahaan
ILUSTRASI. Terminal batubara. Kontan/Panji Indra


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bakal menelurkan aturan terkait Dana Ketahanan Cadangan (DKC) mineral dan batubara (minerba). Kebijakan itu menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menggenjot investasi dan aktivitas eksplorasi yang realisasinya masih mini.

Kewajiban tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Minerba, dan akan diregulasi lebih rinci pada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan UU Minerba, beserta aturan turunannya.

Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengusulkan dana ketahanan cadangan tersebut dipatok dari besaran laba (profit) atau pendapatan perusahaan (revenue).  Ketua IAGI Sukmandaru Prihatmoko menyampaikan, pihaknya mengusulkan DKC ditentukan sebesar 5% dari profit atau 1% dari revenue.

Namun, ketentuan tersebut belum diputuskan dan masih dalam pembahasan pemerintah. "DKC harus diperjelas maksud dan tujuannya di PP dan regulasi turunannya. Untuk besarannya, IAGI mengusulkan 5% dari profit atau 1% dari revenue," ungkap Sukmandaru saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (18/9).

Nantinya, Sukmandaru menekankan PP dan aturan turunannnya harus mengatur secara detail mengenai besaran DKC yang diwajibkan dan kejelasan terkait penggunaan dana tersebut. Misalnya, apakah DKC tersebut ditujukan untuk melakukan eksplorasi di dalam area Izin Usaha Pertambangan (IUP), untuk area IUP perluasan, atau untuk sterilisasi area sebelum menambang. "Atau untuk pekerjaan optimasi sumber daya menjadi cadangan, atau eksplorasi di luar area IUP," sebutnya.

Baca Juga: Semacam pajak carbon, RUU EBT bakal wajibkan badan usaha miliki standar portofolio ET

Adanya DKC ini, sambung Sukmandaru, semestinya lebih memastikan bahwa area dalam wilayah IUP eksisting dapat dieksplorasi sepenuhnya dan sumber daya yang ada harus dioptimalkan pemanfaatannya. Alhasil, kewajiban DKC ini diharapkan bisa efektif untuk bisa menggenjot eksplorasi secara optimal, yang saat ini masih terbilang mandek.

Pasalnya, selama ini eksplorasi lanjutan untuk menemukan sumber daya atau cadangan tambahan diserahkan kepada masing-masing prusahaan melalui mekanisme Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

"Concern kami adalah bagaimana UU (minerba) baru ini bisa dijalankan, atraktif untuk investor dan menguntungkan untuk negara. Sudah lama kegiatan eksplorasi tidak jalan. Jadi petunjuk pelaksanaan dan teknis di PP dan regulasi dibawahnya harus clear," pungkas Sukmandaru.

Sementara itu, pelaku usaha pertambangan masih menunggu detail aturan terkait DKC dan eksplorasi lanjutan.  Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, kewajiban tersebut memang dapat mendukung konservasi cadangan minerba di Indonesia, sekaligus diharapkan menarik minat investasi dalam kegiatan eksplorasi tambang.

"Kami harapkan kegiatan eksplorasi bisa lebih bergairah. Kami belum tahu detail pelaksanaan aturan soal DKC, namun karena sudah ditetapkan di UU, jadi wajib menghormati dan mematuhi, kami menunggu aturan pelaksanannya" kata Hendra kepada Kontan.co.id, Jum'at (18/9).

Senada, Chief Financial Officer PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Bernardus Irmanto pun menunggu detail aturan mengenai wajib eksplorasi lanjutan dan DKC. Meski masih enggan mengomentari lebih jauh mengenai kewajiban tersebut, yang jelas Bernardus menyampaikan bahwa pihaknya tidak melihat pengaturan terkait eksplorasi itu sebagai beban bagi perusahaan.

"Kami perlu mempelajari lebih lanjut tentang DKC ini. Tapi Vale tidak melihat eksplorasi sebagai beban, karena memang sangat penting untuk menunjang keberlanjutan usaha," sebutnya.

Dia mengklaim, pengalokasian dana atau budget untuk kegiatan eksplorasi bukan lah hal yang baru bagi INCO. Bernardus mengatakan, perusahaan nikel yang 20% sahamnya diakuisisi oleh holding pertambangan BUMN MIND ID ini telah memiliki rencana eksplorasi dan mencadangkan dana yang cukup untuk kegiatan eksplorasi. Adapun, budget explorasi sudah masuk dalam proposal RKAB setiap tahunnya. 

Untuk tahun 2020 ini, Bernardus menyampaikan bahwa pihaknya mengalokasikan dana sekitar US$ 6 juta untuk keperluan eksplorasi. "Vale telah mencadangkan budget untuk mendukung rencana eksplorasi. Anggaran biaya sekitar US$ 6 juta," katanya.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT BUkit Asam Tbk. (PTBA) Apollonius Andwie menyambut positif aturan tersebut dan melihat kebijakan ini bisa mendorong terjaminnya ketersediaan sumber energi dan bahan baku industri untuk masa mendatang.

Dia menyebut, perusahaan batubara plat merah itu rutin melakukan kegiatan eksplorasi, baik untuk mendukung kegiatan operasional penambangan, maupun untuk eksplorasi pengembangan. Namun, untuk aturan eksplorasi lanjutan dan DKC yang diatur dalam UU minerba yang baru, PTBA masih menantikan detail aturan pelaksanaannya.

"PTBA mengalokasikan dana yang cukup untuk semua kegiatan eksplorasi operasional maupun pengembangan. Kami masih menunggu (detail aturan terkait DKC)," pungkas Andwie.

Asal tahu saja, DKC sudah diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020 sebagai UU Minerba yang baru. Pasal 112A menyebutkan bahwa Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan operasi produksi wajib menyediakan dana ketahanan cadangan minerba. Adapun, dana ketahanan cadangan minerba tersebut digunakan untuk kegiatan penemuan cadangan baru.

Baca Juga: Anggarkan US$ 6 juta untuk eksplorasi, Vale tunggu detail dana ketahanan cadangan

Dalam draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan UU No. 3 Tahun 2020, diatur sejumlah kewajiban perusahaan untuk mendorong aktivitas eksplorasi. Aturan tersebut tertuang dalam draft RPP tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba.

Merujuk pada draft RPP yang didapat Kontan.co.id, Pasal 49 mengatur bahwa dalam rangka konservasi minerba, pemegang IUP tahap operasi produksi wajib melakukan eksplorasi lanjutan setiap tahun. Dalam melaksanakan kewajiban tersebut, pemegang IUP juga wajib mengalokasikan anggaran setiap tahun sebagai dana ketahanan cadangan minerba, yang besarannya diusulkan dalam RKAB tahunan.

Namun, kewajiban eksplorasi lanjutan tersebut dikecualikan bagi pemegang IUP tahap operasi produksi yang telah memiliki data cadangan di seluruh WIUP kegiatan Operasi Produksi.

Tak hanya IUP, para pemegang IUPK tahap operasi produksi juga diwajibkan menyediakan dana ketahanan cadangan minerba. Dana tersebut digunakan untuk melakukan kegiatan eksplorasi lanjutan. Hal itu tertuang dalam Pasal 98, yang juga mengatur bahwa besaran dana ketahanan cadangan minerba diusulkan dalam RKAB tahunan.

Draft RPP tersebut memang belum mengatur secara rinci tentang kewajiban eksplorasi lanjutan dan juga kewajiban alokasi dana ketahanan  cadangan minerba. Sebab, hal itu akan diatur lebih lanjut pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM.

Selanjutnya: METI dan MKI meminta pembentukan badan khusus pengelola energi terbarukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×