Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi yang bergerak di bidang kesehatan, Halodoc baru saja mendapatkan pendanaan seri B+ dari Bill & Melinda Gates Foundation pada Juli 2019 lalu.
Beberapa bulan sebelumnya, sekitar Maret 2019 lalu, Halodoc juga mendapatkan pendanaan sebesar US$ 65 juta atau setara Rp 919,5 miliar. Pendanaan tersebut dipimpin oleh UOB Venture Management dengan keterlibatan Singtel, Innov8, Korea Investment Partners, dan WuXi AppTec.
Baca Juga: Startup bidang kesehatan digadang - gadang sebagai next unicorn
Dari total pendanaan terbaru tersebut, CEO Halodoc, Jonathan Sudharta mengatakan, Halodoc telah menghimpun dana investasi mencapai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Dana segar tersebut digunakan untuk fokus terhadap dua hal, yakni pengembangan infrastruktur kesehatan dan edukasi market.
“Infrastruktur kesehatan ini maksudnya terkait soal teknologi kesehatan secara online, termasuk juga sumber daya manusia, hardware – software, dan kemudahan dalam mengakses fasilitas kesehatan bagi semua pengguna di Indonesia,” jelas Jonathan.
Edukasi pasar atau pengguna juga menjadi fokus Halodoc karena menurut Jonathan manfaat kesehatan dan akses fasilitas kesehatan dapat dinikmati lebih banyak pengguna.
Masyarakat butuh edukasi, terutama seputar penggunaan aplikasinya. Ia mengatakan jika teknologi dan aplikasi layanan kesehatan tidak akan maksimal penggunaannya jika masyarakat Indonesia sendiri tidak memiliki kesadaran untuk mengakses dan memanfaatkannya.
Baca Juga: Waduh, ICW temukan 49 potensi penipuan di BPJS Kesehatan
“Saat ini repeat user Halodoc tercatat sebanyak 85%, itu artinya pengguna yang sudah pernah menggunakan layanan Halodoc kembali menggunakan lagi. Untuk beberapa tahun ke depan, kami mau dorong pengguna aktif tersebut, makannya butuh lebih banyak edukasi ke masyarakat,” tandasnya.
Jonathan mengaku jika aplikasinya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dilihat dari jumlah pengguna aktif, saat ini Halodoc memiliki 7 juta pengguna aktif yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sebanyak 74% populasi pengguna ada di luar kota Jakarta dan Surabaya. Dan dari jumlah tersebut sebanyak 50% populasi pengguna berasal dari luar Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan akses kesehatan dibutuhkan oleh siapapun, tidak terbatas oleh wilayah, kelas ekonomi, dan sosial.
“Pertumbuhan Halodoc bisa dibilang pesat selama dua tahun terakhir karena ternyata teknologi ini sangat bermanfaat untuk memperluas akses kesehatan di seluruh Indonesia. Kebutuhan akan akses layanan kesehatan itu nyata bagi seluruh masyarakat. November tahun lalu, pengguna aktif kami masih 2 juta, saat ini sudah 7 juta, termasuk dengan dokter,” kata Jonathan.
Baca Juga: Mendeteksi peluang laba dari jasa pemeriksaan kesehatan
Tak hanya jumlah pengguna aktif yang tumbuh pesat, jumlah apotek dan rumah sakit yang bekerjasama dengan Halodoc juga terus bertambah. Mengawali dengan rekanan 20 rumah sakit pada tahun 2016, kini Halodoc bekerjasama dengan 1.300 rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sama halnya dengan jumlah rumah sakit, apotek rekanan Halodoc saat ini juga berjumlah 1.300 apotek. Sedangkan untuk dokter, saat ini jumlah dokter yang telah bergabung dengan Halodoc mencapai 20.000 dokter.
“Beberapa tahun ke depan, mungkin Halodoc akan menambah jumlah apotek dan rumah sakit yang bekerjasama dengan kami, sekitar 1.500. Karena total jumlah rumah sakit di Indonesia itu 2.400, jadi tidak mungkin saya mau targetkan 5.000 rumah sakit yang kerjasama,” tutur Jonathan.
Ia lanjut mengatakan untuk mitra apotek, Halodoc bekerjasama dengan Gojek untuk memudahkan layanan antar obat. Untuk kerjasama dengan apotek, Halodoc memprioritaskan wilayah-wilayah yang sudah memiliki layanan Gojek.
Baca Juga: Sejak 2016, Halodoc kini punya 7 juta pengguna aktif
“Kami lihat daerah mana yang perlu dan memungkinkan, apotek kami bekerjasama dengan Gojek. Jadi kalau di kotanya sudah ada Gojek tentu jauh lebih mudah untuk bekerjasama dengan apotek. Kalau belum ada Gojek, agak kesulitan. Karena untuk fitur antar obat, kita harus ada kerjasamanya dengan Gojek di situ,” ujar Jonathan.
Ia menilai potensi startup di bidang kesehatan sangat menjanjikan, selain akses kesehatan menjadi kebutuhan semua orang, penggunaan teknologi dalam bidang kesehatan juga masih belum maksimal.
Terobosan penggunaan teknologi ini juga yang membuat Halodoc mendapat tawaran dari beberapa negara di Asia Tenggara maupun Afrika untuk membawa teknologinya ke luar Indonesia.
“Beberapa kali ada ajakan dari beberapa negara tersebut untuk bawa teknologi Halodoc ke luar Indonesia, bagus juga tawarannya. Tapi dari kami sendiri masih mau fokus ke pasar Indonesia.
Baca Juga: Fakta Penting di Balik Suksesnya Customer Experience di era Ekonomi Digital Indonesia
Masalahnya di sini sendiri saja tantangan kesehatan masih banyak, kami berusaha buat beresin persoalan yang di sini dulu. Saat ini kita totalitas untuk Indonesia,” tegas Jonathan.
Bagi Jonathan, ada dua tantangan terbesar selama mengembangkan Halodoc yang mungkin berlaku juga untuk startup di sektor lain. Banyaknya startup yang berfokus pada solusi membuat penggagas startup belum tentu bisa menemukan solusi yang tepat bagi permasalahan yang dituju.
“Banyak sekali startup yang fall in love with solution. Tantangan terbesar adalah apakah perusahaan tersebut bisa dengan tepat meng-adress the right pain,” katanya.
Tantangan kedua adalah soal penerimaan pasar atau market acceptance. Startup di sektor apapun akan bertahan lama jika solusi yang ditawarkan bisa diterima oleh pasar. Jonathan menjelaskan konteks market acceptance tersebut juga berlaku bagi regulator dan investor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News