Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) tengah melakukan kajian intensif terkait penerapan harga gas industri yang dipatok maksimal US$ 6 per MMBTU sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengungkapkan sejumlah usulan untuk mendorong penurunan harga gas industri tertentu agar sesuai dengan beleid tersebut. Sub holding gas plat merah itu mengusulkan pemberian wajib pasok dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO) gas sesuai kebutuhan volume penyaluran gas dan harga khusus.
Baca Juga: PHE ONWJ targetkan pembayaran kompensasi tumpahan minyak tuntas di kuartal I 2020
Selain itu, Gigih meminta adanya penurunan harga gas di sektor hulu kepada Pemerintah. Menurut Gigih, harga gas di hulu berkontribusi paling dominan, yakni sebesar 70% dari pembentukan harga ke pengguna akhir.
"Sedangkan untuk biaya transmisi itu kontribusinya sekitar 13% dan biaya distribusi mencapai 17%," ungkap Gigih dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi VI DPR RI, Senin (3/2).
Dalam kesempatan tersebut, Gigih menerangkan bahwa harga jual gas bumi PGN terbentuk dari harga beli gas ditambah biaya regasifikasi, transmisi, distribusi dan juga biaya niaga.
Adapun, harga beli rata-rata PGN dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencapai sekitar US$ 6 per MMBTU. Sementara biaya-biaya pengelolaan infrastruktur dan niaga pada tahun 2019 rata-rata sebesar US$ 2,66 per MMBTU.
Baca Juga: PGN targetkan harga gas industri sesuai Perpres 40/2016 bisa berlaku mulai 1 April
Guna mengurangi biaya dalam pembentukan harga, Gigih pun mengusulkan penghapusan beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak bisa dikreditkan kepada pemerintah.
"Kami juga mengusulkan untuk penghapusan iuran kegiatan usaha gas bumi dimana akan dioptimalkan untuk membangun infrastruktur gas," sebutnya.