Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Melambungnya harga bahan pangan di dalam negeri menunjukkan sistem logistik dan distribusih komoditas yang masih carut-marut.
Agung Sudjatmoko, Ketua Harian Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) berpendapat, ada kesalahan dalam sistem logistik dan distribusi nasional karena amanah undang-undang tidak dijalankan secara konsisten. Ditambah ada permainan yang dimainkan oleh sekelompok pedagang yang kemungkinan tahu tentang kebijakan pemerintah terkait dengan kelangkaan sejumlah komoditas.
Agung menilai, sebenarnya jika di negara ini diurus dengan benar terlait dengan komoditas pangan rakyat tidak akan terjadi. Menurut Agung, negara melalui pelaku usaha koperasi, dulu berhasil membangun swasembada pangan. Dampaknya, Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar beralih ke pengekspor beras karena surplus.
Pemerintah saat itu memberikan kebijakan jelas kepada koperasi untuk penyangga hasil panen, pemerintah memberikan subsidi pupuk ke petani, pemerintah membangun infrastruktur irigasi dan menugaskan Bulog untuk pengendali logistik dan distribusi beras.
Menurut Agung, momentum gejolak harga garam ini harus dijadikan titik awal untuk membangun swasembada garam berbasis pada produk garam rakyat. Juga menjadikan koperasi sebagai penyangga hasil produk garam rakyat tersebut.
"Sistem memerankan koperasi pembuat garam sebenarnya mudah. Petani garam membuat garam, hasilnya dibeli oleh petani dengan standar harga ekonomi yang layak, kemudian koperasi membuat produksi garam olahan baik untuk konsumsi maupun untuk industri," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Sabtu (05/08).
Selain itu bisa juga koperasi bekerja sama dengan pabrik garam mengolah lebih lanjut garap produk petani garam, yang sekaligus mendistribusikan garam sampai ke pelosok daerah. Sehingga terjadi stabilitas pasokan dan harga garam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News