Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 yang merevisi PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kehutanan dan sawit. Dalam aturan baru ini, pemerintah menetapkan denda tinggi bagi perkebunan yang beroperasi di kawasan hutan.
Salah satu ketentuan yang menjadi sorotan publik adalah pengenaan denda administratif sebesar Rp 25 juta per hektare per tahun terhadap lahan sawit yang dinilai melanggar ketentuan. Kebijakan ini disebut sebagai upaya penegakan hukum terhadap penggunaan kawasan hutan tanpa izin yang kerap terjadi di sektor perkebunan.
Kendati demikian, sejumlah kalangan menilai kebijakan ini berpotensi membebani pelaku usaha, khususnya petani kecil.
Baca Juga: Altcoin Kembali Turun Sebelum Altseason, Akankah Sejarah Terulang?
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) Ditha Wiradiputra mengatakan, ancaman denda sebesar itu berpotensi sulit diterapkan secara efektif di lapangan.
“Ketentuan dalam PP tersebut dikhawatirkan tidak dapat berjalan efektif karena ancaman dendanya cukup memberatkan. Padahal, sebagian besar pelaku usaha di sektor perkebunan kelapa sawit adalah masyarakat petani kecil,” ujar Ditha kepada Kontan, Selasa (14/10/2025).
Ia menambahkan, besaran denda hingga Rp 25 juta per hektare per tahun dinilai terlalu tinggi dan seharusnya tidak dinaikkan secara drastis.
Menurutnya, hal itu bisa berdampak negatif terhadap keberlangsungan usaha masyarakat yang menggantungkan hidup di sektor perkebunan sawit.
“Desain ancaman dendanya seharusnya tidak dibuat pukul rata tapi ada pengklasifikasiannya, misalkan dari batasan luas sekian sampai sekian dendanya berapa atau secara progresif,” jelasnya.
Lebih jauh, Ditha juga menyoroti perlunya kebijakan khusus bagi kasus pelanggaran yang terjadi akibat kelalaian aparatur pemerintah. Ia menegaskan, tidak semua tanggung jawab dapat dibebankan kepada masyarakat.
“Jika pelanggaran terjadi karena faktor kelalaian pemerintah dalam pengawasan atau penataan lahan, harus ada mekanisme tersendiri. Tidak seharusnya seluruh beban sanksi ditimpakan kepada masyarakat,” pungkasnya.
Baca Juga: Menilik Strategi CNAF Menjaga Tingkat NPF Segmen Produktif Tetap Rendah
Selanjutnya: Altcoin Kembali Turun Sebelum Altseason, Akankah Sejarah Terulang?
Menarik Dibaca: Sentimen Positif Pasar Kripto di Tengah Tekanan Penambahan Tarif Impor AS ke China
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News