Reporter: Nurmayanti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Departemen Perindustrian (Depperin) menilai, sudah selayaknya Indonesia menjadi basis produksi produsen telepon genggam atau handphone besar dunia. Sebab, Depperin memperkirakan, potensi penjualan handphone di Indonesia mencapai 9 juta unit per tahun. Potensi penjualan itu terutama bagi kalangan pengguna akhir dari kelas bawah dan menengah atau low dan middle end.
Terkait hal tersebut, Depperin meminta produsen handphone bersedia membangun pabriknya di Indonesia. "Kalau saja handphone low end yang potensial penjualannya sebanyak 4 juta unit diproduksi di sini maka hasilnya akan lumayan sekali. Setidaknya, setahun ada nilai pendapatan Rp 4 triliun jika dihitung harga per unit Rp 1 juta," kata Direktur Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika Depperin Budi Darmadi, pekan lalu.
Pemerintah sudah mencoba beberapa kali menyampaikan permintaan ini kepada produsen handphone dunia, terutama berskala besar. Namun, sejauh ini belum ada yang secara pasti menyatakan siap berinvestasi ke Indonesia. Kalaupun sudah ada yang memberitahukan rencana usahanya, Budi mengaku tak bisa menyampaikan secara gamblang dengan alasan menyangkut persaingan usaha.
Meski begitu, Budi mengaku, di antara para produsen besar handphone ada yang menyatakan tertarik berinvestasi. Hanya saja, mereka mempertanyakan keseriusan pemerintah Indonesia membendung masuknya produk handphone ilegal. Ini terkait kebijakan pengetatan masuknya produk impor untuk lima produk dan salah satunya adalah elektronika.
Oleh karenanya, pemerintah akan menerbitkan berbagai kebijakan yang mempermudah investor masuk dan membuat produk lokal berdaya saing tinggi. Kebijakan itu seperti stimulus pajak dan lainnya. "Kita sedang berunding terus bagaimana cara mengatasinya agar mereka mau masuk. Tapi saya masih optimis karena kita punya dasar yang kuat di dalam negeri," kata Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News