kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dewan Sawit: Ekspor turunan CPO harus makin meningkat


Selasa, 19 Juni 2018 / 16:36 WIB
Dewan Sawit: Ekspor turunan CPO harus makin meningkat
ILUSTRASI. Panen Kelapa Sawit


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Putusan Uni Eropa yang membatalkan larangan penggunaan biofuel berbasis minyak kelapa sawit (CPO) hingga tahun 2030 menuai tanggapan positif dari Dewan Minyak Sawit Indonesia. Namun pemerintah dan pengusaha kelapa sawit diharapkan tidak berpuas diri di tahap ini dan harus terus mengembangkan kualitas dan variasi produk turunan CPO.

"Keputusan ini bisa jadi entry point yang bagus untuk kita mempersiapkan diri lebih dari tahun 2030, jangan hanya lihat Eropa dan biofuel saja tapi produk turunan lain dan pasar lain juga," kata Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung, saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (19/6).

Asal tahu, beberapa waktu lalu pertemuan trialog antara Komisi Eropa, Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa, menghasilkan keputusan bahwa pengguna biofuel berbasis CPO masih diperbolehkan melampaui tahun 2021 menjadi hingga tahun 2030. Adapun impor produk CPO tetap akan dibuka selama periode tersebut. Keputusan tersebut sesuai hasil teks Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa [RED II], yang disetujui dalam pertemuan trialog.

Iskandar menyatakan, dengan pengakuan dari Uni Eropa yang masih mempertahankan izin penggunaan biofuel CPO sesungguhnya menunjukkan kebutuhan masyarakat benua tersebut pada komoditas CPO memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Tidak hanya sebatas untuk bahan bakar kendaraan, tapi juga untuk produk makanan dan kosmetika.

Memang, CPO merupakan bahan baku dari banyak produk olahan. Selama ini, Indonesia lebih banyak mengekspor komoditas tersebut dalam bentuk mentah, padahal bila diolah menjadi produk turunan seperti biofuel sawit dan olein untuk kosmetika, akan memberi nilai tambah lebih.

Iskandar melanjutkan, pemerintah dan dunia usaha juga sebaiknya tidak hanya fokus pada pasar Uni Eropa saja, tapi juga pada negara-negara yang berelasi dengan pemerintahan gabungan di benua biru tersebut. Salah satunya adalah dengan negara di benua Afrika yang kini menunjukkan minat besar pada produk turunan CPO.

Kemudian untuk terus mempertahankan minat Eropa dan pasar internasional, baik pemerintah dan pengusaha sejatinya harus mulai menanggapi dengan serius isu-isu yang sering digaungkan oleh Uni Eropa, salah satunya terkait isu deforestasi hutan. "Deforestasi itu yang harus mulai diseriuskan oleh pemerintah dan dunia usaha agar komoditas kita bisa terus berkelanjutan melebihi tahun 2030," kata Iskandar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×