Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan pertemuan tiga pihak antara Komisi Eropa, Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa beberapa waktu lalu, Uni Eropa akhirnya memutuskan untuk tidak melarang penggunaan biofuel berbahan sawit hingga 2030.
Menanggapi hal ini, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan berpendapat bahwa keputusan Uni Eropa ini merupakan hasil lobi pemerintah dengan Uni Eropa. Menurutnya, semua upaya yang telah dilakukan semua pihak terkait sawit ini harus diapresiasi.
Meski begitu, Paulus pun meminta supaya Indonesia tetap bersiap dan mencermati hasil studi Uni Eropa terkait minyak sawit yang akan diserahkan pada akhir 2019.
"Komisi Uni Eropa masih akan membuat hasil studi di tahun 2019 terkait sawit, mulai dari sustainability, indirect land-use change, human rights, tenaga kerja dan lainnya. Nanti hasil tersebut masih akan diserahkan ke Parlemen dan Council supaya dijadikan persyaratan. Ini yang kami ragukan karena Uni Eropa ini tidak pernah terbuka ketika melakukan studinya," ujar Paulus kepada Kontan.co.id, Selasa (19/6).
Paulus pun meminta supaya komisi Uni Eropa mengajak pemerintah Indonesia dan pemerintah dari negara produsen minyak sawit lainnya seperti Malaysia untuk bersama-sama membahas permasalahan sawit ketika melakukan studi ini.
"Kami harapkan saat melakukan studi ini, komisi Uni Eropa berbicara dengan pemerintah Indonesia dan Malaysia atau Thailand. Jadi duduk bersama, kan ini jajarannya pemerintah. Jadi jangan hanya menerima data dari LSM. Nanti tidak fair," jelas Paulus.
Sementara itu, Paulus pun mengatakan pihaknya masih akan mempelajari keputusan tiga pihak tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News