Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Sawit Indonesia (DSI), dahulu bernama Dewan Minyak Sawit Indonesia, mendukung penuh kebijakan larangan ekspor Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein yang akan diterapkan oleh pemerintah. DSI menilai, kebijakan itu menguntungkan semua pihak.
Di satu sisi, kebijakan ini, menurut DSI, kebijakan ini bisa mendorong terjaminnya pasokan minyak goreng bagi masyarakat kecil dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan. Di sisi lain, kebijakan ini juga diyakini tidak merugikan petani tandan buah segar (TBS) maupun perusahaan sawit.
“Artinya ini tidak seperti yang diduga sebelumnya. Sebelumnya kan berembus isu CPO (crude palm oil/minyak sawit mentah), RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized, Palm Oil), dan RBD Olein mau dilarang (diekspor) semuanya kan,” ujar Ketua DSI, Sahat Sinaga kepada Kontan.co.id (26/4).
Sebelum memantapkan dukungannya atas kebijakan ini, Sahat sempat mengikuti pertemuan antara perusahaan refinery dengan pihak pemerintah yang terdiri atas Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bea Cukai, Bulog, Satuan Petugas (Satgas) Pangan, dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Senin (25/4).
Baca Juga: Bukan CPO, Larangan Ekspor Hanya Berlaku bagi Komoditas Ini
Dari pertemuan itu, Sahat mencatat bahwa pemerintah menyiapkan 5 strategi untuk mengatasi persoalan minyak goreng di dalam negeri, termasuk salah satunya larangan ekspor terhadap RBD Olein dengan 3 kode Harmonized System (HS), yaitu 15.11.90.36, 15.11.90.37, dan 15.11.90.39. Sementara itu, ekspor atas CPO maupun produk-produk turunan lainnya tidak dilarang.
Strategi pemerintah lainnya yang Sahat catat dari pertemuan 25 April 2022 antara lain menerjunkan Bulog dan BUMN Pangan untuk mempercepat alur minyak goreng curah bersubsidi dari pengusaha ke pasar, penggunaan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), BPDPKS memperlancar realisasi pembayaran subsidi, dan penggunaan Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dalam pelaporan alur minyak goreng curah bersubsidi.
Strategi-strategi di atas kemudian Sahat bahas lebih lanjut bersama asosiasi-asosiasi terkait sawit dalam pertemuan internal yang digelar pada Selasa (26/4). Ada 8 asosiasi yang hadir dalam pertemuan ini.
Mereka adalah Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), Asosiasi Industri Minyak Sawit Indonesia (AIMI), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), dan Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI). Pada pertemuan inilah kedelapan asosiasi ini, melalui DSI, menyatakan dukungannya atas kebijakan larangan ekspor atas RBD Palm Olein.
Menurut Sahat, strategi-strategi ini efektif untuk mengatasi persoalan minyak goreng di dalam negeri. Sahat berpendapat, pasar RBD Olein di dalam negeri cukup menarik bagi pengusaha. Selain karena adanya permintaan, harga yang bisa didapat pengusaha juga masih terbilang menarik dengan adanya subsidi.
Baca Juga: Bea Cukai dan Satgas Pangan Akan Monitor Larangan Ekspor RBD Plam Olein
Di sisi lain, pengusaha tidak perlu berepot-repot mengurus Letter of Credit (L/C) maupun hal-hal lainnya yang diperlukan dalam penjualan ekspor. Selain itu, kalau mau, pengusaha masih bisa mengekspor produk sampingan RBD Olein, yaitu Stearin yang harga per tonnya lebih besar US$ 205 per ton dibandingkan CPO.
Sebagai pembanding, sebelum difraksionasi menjadi RBD Olein dan Stearin, CPO yang telah dimurnikan akan menjadi RBDPO dengan produk sampingan berupa Palm Fatty Acid Distillate (PFAD).
Harga ekspor PFAD, menurut catatan Sahat, hanya lebih besar US$ 164 per ton dibanding CPO. “Nah kan dengan begini Anda lebih baik gelontorkan RBD Olein ke dalam negeri, lalu Anda juga bisa ekspor stearin dan dapat US$ 205 tambahan, makanya itu lebih bagus,” terang Sahat.
Alasan lainnya yang juga turut membuat Sahat cukup yakin dengan efektivitas strategi pemerintah ialah adanya pelibatan Bulog dan BUMN Pangan yang memiliki jaringan luas dalam mempercepat distribusi minyak goreng curah bersubsidi dari pengusaha ke pasar.
Dengan strategi-strategi ini, Sahat yakin pelaku usaha nakal tidak akan bisa ‘berkutik’ melakukan tindakan-tindakan ilegal.
Baca Juga: Ekspor Tiga Komoditas Bahan Baku Minyak Goreng Sawit Resmi Dilarang, Ini Kata Gapk
Sahat optimistis, kebijakan larangan Palm Olein tidak akan membuat pasokan menjadi berlimpah di dalam negeri. Sahat berujar, sisa pasokan yang tidak terserap di dalam negeri masih bisa diproses menjadi bentuk lain seperti misalnya shortening dan vanaspati yang permintaannya cukup tinggi di pasar ekspor.
Dalam jumpa pers yang digelar Selasa malam (26/4), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengonfirmasi bahwa larangan kebijakan ekspor diberlakukan terhadap 3 kode HS.
Pertama kode HS 15.11.90.36 Berdasarkan catatan KONTAN, nilai ekspor komoditas ini pada tahun lalu mencapai US$ 1,54 miliar. Kedua adalah kode HS 1511.90.37 Berdasarkan adapun nilai ekspor komoditas ini pada tahun lalu mencapai US$ 11,55 miliar.
Ketiga adalah Kode HS 1511.90.39. “Permendag akan diterbitkan dimonitor Bea Cukai agar tidak ada penyimpangan,” ujar Airlangga Hartarto dalam jumpa pers (26/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News