kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diakui Global & Dorong Bauran Energi, Sertifikat EBT PLN Diminati Ratusan Korporasi


Kamis, 29 Desember 2022 / 16:37 WIB
Diakui Global & Dorong Bauran Energi, Sertifikat EBT PLN Diminati Ratusan Korporasi
ILUSTRASI. Salah satu langkah strategis yang dilakukan PLN adalah pada 2030 akan mulai mengganti pembangkit-pembangkit tua yang subcritical.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu, Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Sertifikat Energi Baru Terbarukan atau Renewable Energy Ceritifcate (REC) yang diterbitkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) semakin digandrungi pelaku industri Tanah Air. Dengan membeli layanan REC maka produk perusahaan tersebut akan bernilai tambah tinggi di pasar global sekaligus mendukung bekerlanjutan lingkungan.

Perlu diketahui, REC merupakan produk layanan kerja sama antara PLN dengan Clean Energy Investment Accelerator (CEIA), yang menjadi bukti kepemilikan sertifikat berstandar internasional untuk produksi tenaga listrik yang dihasilkan dari pembangkit energi terbarukan. REC dapat di beli baik untuk individu maupun korporasi, 1 unit REC setara dengan 1 MWh.

Para industri yang sudah membeli REC berasal dari beragam sektor industri, diantaranya adalah jasa pertambangan, tambang, otomotif, bahkan alas kaki. Dengan adanya REC ini bisa membantu industri meningkatkan nilai tambah produknya di pasar global. Meski baru dua tahun diluncurkan, fasilitas REC sudah dinikmati lebih dari 250 perusahaan Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Rida Mulyana menyatakan saat ini sudah banyak pengguna listrik yang ingin perusahaannya dialiri setrum dari energi hijau. Hal ini agar produknya bisa lebih kompetitif di pasar internasional.

“Kalau tidak (listriknya bersumber dari energi terbarukan), carbon footprint-nya tinggi dan dia kena pajak. Berarti harganya lebih mahal dan tidak bisa kompetisi, misalnya kalah, tutup pabriknya, jadi banyak pengangguran,” terangnya, saat ditemui Kontan.co.id beberapa waktu lalu.

Sejatinya saat ini PLN juga sudah menyediakan Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) yang merupakan salah satu inovasi produk hijau PLN untuk mempermudah pelanggan dalam mendapatkan pengakuan atas penggunaan EBT tanpa harus mengeluarkan biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur.

Untuk mendapatkan REC ini, pelaku usaha selaku pembeli dapat membuat Perjanjian Jual Beli Sertifikat Energi Terbarukan bersama dengan PLN.

Rida mengatakan, REC merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Banyak juga perusahaan yang sudah cukup hanya menggunakan REC membeli dari PLN sehingga tidak perlu membangun energi terbarukan sendiri di fasilitas produksinya.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menambahkan bahwa melalui berbagai inovasi di sektor energi seperti yang dilaksanakan oleh PLN ini, target bauran energi 23% pada 2025 dapat tercapai.

"Terlebih melihat tren global saat ini yang menuju era dekarbonisasi dalam seluruh prosesnya, saya optimistis REC akan semakin disambut baik oleh kalangan industri," kata dia.

Gregorius Adi Trianto, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PT PLN menyatakan, dunia saat ini sedang mengarah pada upaya mitigasi perubahan iklim.

Maka itu PLN hadir untuk membuka ruang kolaborasi dan menciptakan siklus keberlanjutan terutama bagi corporate buyer yang memiliki komitmen terhadap pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) khususnya dari pemakaian listrik.

“Sampai dengan November 2022 terdapat 260 pelanggan corporate yang sudah menggunakan layanan REC PLN,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (26/12).

PLN merespon kebutuhan global untuk opsi penyediaan energi terbarukan yang diakui oleh standar international seperti 'RE-100 Best Practices Guidelines' dan standar 'Carbon Disclosure Project' (CDP) untuk pembelian dan pelaporan energi terbarukan.

Jika sebelumnya layanan REC yang memiliki standar international ini hanya dinikmati melalui sistem di luar negeri, sekarang sudah tersedia di dalam negeri dan bersumber dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

Lebih lanjut Greg menjelaskan, setiap perusahaan yang beroperasi di wilayah Indonesia memiliki kesempatan dalam pembelian REC, dikarenakan konsep REC yang borderless, sehingga tidak mengharuskan perusahaan berada di grid/jaringan yang sama dengan pembangkit EBT yang terdaftar pada tracking platform.

Dalam menerbitkan REC, PLN bekerja sama dengan TIGRs APX sebagai tracking platform yang sudah diakui secara internasional.

Sebagian besar corporate buyer dari REC PLN juga merupakan perusahaan multinasional yang mendapatkan mandat dari perusahaan holding/headquarter global untuk memenuhi kebutuhan pelanggan terhadap energi terbarukan. Seperti contoh perusahaan dengan basis global di Amerika, Swedia, Jepang, Inggris Raya, dan lain-lain.

“Layanan REC ini bisa dengan mudah didapatkan seluruh pelanggan PLN dan juga non pelanggan PLN,” ujar Greg.

Ke depan, PLN sedang menyiapkan layanan Green Energy as a Service sebagai bentuk inovasi dari solusi penyediaan EBT, di mana corporate buyer dapat memilih pembangkit EBT yang tersedia dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN sebagai sumber energi terbarukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

Selain itu, PLN juga akan mendaftarkan pembangkit-pembangkit lain dengan jenis EBT yang berbeda-beda. Asal tahu saja, saat ini PLN memiliki 4 Sumber EBT yang sudah didaftarkan pada system Tracking APX TIGRs, yaitu PLTP Kamojang 140 Megawatt (MW), PLTA Bakaru 130 MW, PLTP Lahendong 80 MW, dan PLTP Ulubelu 110 MW.

Adapun total kapasitas energi tersedia sebesar 3 juta REC atau 3 TWh energi terbarukan per tahun. Greg menegaskan, kapasitas ini akan terus ditingkatkan seiring pertumbuhan demand REC, mengingat PLN memiliki potensi sumber EBT yang sangat besar.

Nyatanya, sertifikat energi terbarukan ini makin diminati industri dalam negeri karena dapat meningkatkan nilai tambah di pasar ekspor.

Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani menyatakan, komitmen dan aksi nyata terhadap keberlanjutan merupakan salah satu bentuk daya saing di pasar global. Salah satu aksi adalah dengan pemanfaatan listrik dari EBT.

“Adanya produk REC dari PLN memang membantu perusahaan di Indonesia untuk melakukan klaim terhadap pemanfaatan listrik dari EBT di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi terpisah, Rabu (28/12).

Shinta menegaskan, yang perlu dicatat adalah, REC hanya salah satu dari mekanisme yang diterima oleh pasar global. Selain REC, pemanfaatan listrik EBT yang bersifat captive tentu juga diperlukan.

Nah, Shinta menilai sektor swasta di Indonesia akan sangat terbantu dengan memanfaatkan kombinasi antara listrik EBT captive, REC, dan bentuk-bentuk klaim listrik EBT yang mudah-mudahan dapat terwujud di Indonesia seperti green tariff.

Shinta mengemukakan, REC sebagai salah satu bentuk klaim yang diakui oleh pasar global tentu akan banyak perusahaan yang memiliki minat atas REC. Hal ini sejalan dengan agenda mitigasi perubahan iklim, salah satunya adalah pemanfaatan listrik dari EBT.

Baru-baru ini, anak usaha Astra Group di sektor pertambangan batubara, PT United Tractors Tbk (UNTR) ikut menggunakan fasilitas REC. Melalui pembelian seritifkat ini, UNTR memastikan energi listrik yang digunakan dalam aktivitas operasinya bersumber dari energi terbarukan.

Sara K. Loebis, Head of Corporate Governance and Sustainability Division UNTR, menyampaikan pembelian REC ini sejalan dengan komitmen United Tractors menempuh proses transisi menuju energi hijau atau ramah lingkungan.

“UNTR menyambut baik adanya fasilitas REC yang disediakan oleh PLN. Ke depannya, terdapat sejumlah titik operasi UNTR yang berpotensi menggunakan REC juga,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (26/12).

Sara berharap dengan kolaborasi yang dilakukan bersama PLN ini dapat berperan sebagai konektor industri energi dan informasi di Indonesia, serta mewujudkan inisiatif transisi energi yang bisa berkontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan.

Di sektor pertambangan mineral, PT Mitra Murni Perkasa (MMP) selaku anak usaha MMS Group Indonesia (MMSGI) juga belum lama ini membeli REC PLN. Diharapkan serifikat ini dapat memberikan nilai tambah pada produk hilirisasi nikelnya.

“Pengembangan hilirisasi nikel yang memanfaatkan energi terbarukan merupakan kesempatan emas untuk pengembangan Industri Baterai Nasional khususnya dalam mendukung industri kendaraan listrik," ujar Achmad Zuhraidi selaku Perwakilan MMP beberapa waktu lalu.

Dalam mewujudkan pengembangan hilirisasi nasional, MMP juga direncanakan untuk menggunakan 140 MVA listrik PLN, dimana 50% nya akan dipenuhi dari sumber energi terbarukan.

Mitra Murni Perkasa (MMP) sedang mengembangkan fasilitas smelter nikel di Balikpapan, Kalimantan Timur. Smelter ini diperkirakan akan menghasilkan 27.800 ton per tahun nickel matte dengan teknologi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF).

Tidak hanya dari industri pertambangan mineral dan batubara saja, sertifikat energi terbarukan PLN juga diminati sektor otomotif. Auto2000 sebagai dealer Toyota terbesar di Indonesia membeli REC PLN untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

Zuriaty, Human Capital & General Services Division Auto2000 menyatakan, pembelian REC dari PLN merupakan upaya Auto2000 mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Target Sustainbility Index Astra.

“Termasuk, mendukung kebijakan Group Astra International dan menjalankan program pemerintah Indonesia dalam rangka menurunkan emisi gas rumah kaca,” terangnya belum lama ini.

Zuraity berharap langkah sederhana ini dapat menjadi bagian usaha menjaga kelestarian lingkungan dan menginsipirasi untuk menjalakan program berkelanjutan dengan visi ramah lingkungan lainnya.

Di sektor manufaktur, industri alas kaki yang berada di urutan ke 6 sebagai negara eksportir produk alas kaki terbesar di dunia juga tertarik menggunakan sertifikat energi terbarukan PLN demi meningkatkan daya saing produk di pasar ekspor.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri menyatakan, industri alas kaki membutuhkan energi terbarukan untuk meningkatkan daya saing dan nilai jual lebih di pasar Eropa dan Amerika.

“REC PLN ini menarik. Sejatinya penggunaan EBT sudah menjadi isu lama yang ingin kami dorong demi mengurangi emisi dari pdouk tujuan ekspor Indonesia.” ujar Firman, Rabu (28/12).

Dia berharap ke depannya, pemanfaatan energi terbarukan sebagai setrum bersih ke industri alas kaki bisa lebih besar dalam periode dekat ini.

Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai, REC PLN sejatinya akan menambah nilai jual apalagi bagi market yang katakanlah peduli terhadap isu lingkungan misalnya market Uni Eropa dan Amerika.

Dia mencontohkan, beberapa produk yang perlu didongkrak nilai tambahnya dengan sumber energi terbarukan ialah nikel, bauksit, dan mineral lain yang dibutuhkan di masa transisi energi. Kemudian produk baja, pakaian jadi (garmen), hingga alas kaki.

“Apalagi ketika nanti seluruh negara dunia sudah efektif melaksanakan pajak karbon, harga produk yang sumber listriknya bersumber dari energi terbarukan, harganya bisa lebih kompetitif,” terangnya.

Yayan Satyaki, Pengamat ekonomi energi Universitas Padjadjaran menambahkan, pada dasarnya dia setuju dengan dibuatnya fasilitas REC oleh PLN dengan syarat sertifikat tersebut memperhitungkan carbon footprint dan economic viable dan mempertimbangkan Economic Rate of Return.

“Artinya proyek ini mempertimbangkan penciptaan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan. Tidak hanya aspek keuangan tetapi ekonomi dan penciptaan benefit bagi komunitas juga jadi prioritas,” tegasnya.

Yayan bilang, seharusnya REC ini sudah ada sejak 10-15 tahun yang lalu, agar memastikan bahwa proyek energi terbarukan sesuai dengan tujuannya yaitu energi keberlanjutan demi mendorong pembangunan. “Jadi REC itu tidak hanya clean energy tetapi juga harus inklusif,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×