Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kementerian Perdagangan telah memberi surat teguran kepada 7-Eleven yang dianggap menyimpang dari format perizinannya. Namun, waralaba asal Amerika Serikat (AS) itu itu berencana memberikan klarifikasi kepada Pemerintah.
"Kami sudah menerima surat tersebut. Sedang kami pelajari dan kami rencanakan akan menghadap untuk mengklarifikasi, mempresentasikan ulang bisnis Kami dan minta arahan dari pemerintah," ujar Marketing and PR Manager 7-Eleven Indonesia Neneng Sri Mulyati lewat pesan singkatnya kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (27/8).
Neneng menjelaskan, pihaknya tetap fokus jalani bisnis waralaba kafetaria sebagaimana format awal perizinan jenis usaha yang telah mereka kantongi dan jalani sekarang.
"Jadi kami tetap pada bisnis kami seperti sekarang yang sudah dijalani seperti sekarang. Konsep bisnis kami sudah jelas seperti yang saya jelaskan. Kami berfokus pada jasa layanan makanan dan minuman siap saji," terang Neneng saat ditanyai keberlangsungan jenis usaha 7-Eleven ke depannya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kemendag sebagai regulator menuding praktik bisnis 7-Eleven telah menyimpang dari format awal perizinan yang mereka kantongi sebelumnya sebagai kafetaria. Padahal, Kemendag mengaku hanya memperbolehkan suatu waralaba berinovasi sebanyak 10% dari bisnis inti yang dijalankan.
"Kami bisa pastikan usaha waralaba tidak ada yang abu-abu. Kalau dia sebut laki-laki maka sebutlah laki. Kalau dia perempuan, sebutlah perempuan. Nggak ada (setengah) laki-laki perempuan seperti itu," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Gunaryo.
Sementara itu, Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid mengatakan, seharusnya pemerintah bisa lebih jeli melihat prospek jenis usaha seperti apa yang bakal dijalani pelaku waralaba pada saat pengajuan format perizinan. Sehingga ketika waralaba beroperasi, ada aspek legal yang jelas.
"Mengenai teguran itu (kepada 7-Eleven) sendiri harus dalam kacamata pembinaan, karena Pemerintah Pusat seharusnya sudah mengantisipasi sebelum ritel tersebut berdiri. Jangan sampai sudah memiliki izin dari daerah baru mau ada pembenahan. Fenomena ini yang tidak baik jika dilihat dari sisi iklim usaha," ungkap Satria. (Dimasyq Ozal/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News