Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di ujung barat daya Pulau Jawa, Indonesia, rencana ekspansi tambak udang milik Denny Leonardo terganggu akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Leonardo awalnya berencana menambah sekitar 100 kolam baru dari 150 kolam yang sudah ada tahun ini. Namun, rencana itu terpaksa ditunda setelah pesanan dari AS menurun drastis sejak ancaman tarif pertama pada April.
Meskipun tarif terbaru yang disepakati pada Juli — sebesar 19% dan mulai berlaku pekan ini — lebih rendah dari rencana awal 32%, dampaknya tetap signifikan bagi bisnisnya.
“Dengan tekanan dari AS terhadap ekspor Indonesia, semua orang berusaha mencari peluang baru untuk diversifikasi pasar dan mengurangi ketergantungan pada AS,” kata Leonardo.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Capai 5,12% Saat Kredit dan Ekspansi Usaha Lesu
AS Pasar Utama Udang Indonesia
AS selama ini menjadi pasar terbesar bagi udang Indonesia, menyerap 60% dari total ekspor udang senilai US$1,68 miliar pada 2024.
Ketua Asosiasi Petambak Udang Indonesia, Andi Tamsil, memperkirakan tarif 19% dapat menurunkan total ekspor hingga 30% tahun ini dibandingkan 2024. Dampak ini berpotensi mengancam mata pencaharian sekitar satu juta pekerja di sektor udang.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Budhi Wibowo, menambahkan bahwa meskipun sudah ada kesepakatan tarif baru, banyak pembeli AS masih menunda pembelian udang dari Indonesia. Tarif tersebut membuat Indonesia kalah bersaing dengan Ekuador, produsen udang budidaya terbesar dunia, yang hanya dikenakan tarif 15%.
China Jadi Alternatif, tapi Tantangannya Besar
China merupakan importir udang terbesar dunia berdasarkan volume, namun sebelumnya Indonesia lebih memilih pasar AS karena harga jual yang lebih menguntungkan. Sebelum ada tarif, China hanya menyerap sekitar 2% ekspor udang Indonesia.
Kini, pelaku industri harus bekerja ekstra keras memasarkan produk mereka ke pembeli China. Pada Juni lalu, Tamsil bersama delegasi industri mengunjungi Guangzhou untuk bertemu importir, pemilik restoran, dan platform perdagangan agrikultur. Lebih banyak kunjungan serupa sudah direncanakan.
Baca Juga: BPS Diminta Jelaskan Anomali Data Pertumbuhan Ekonomi
“Kami punya peluang besar di China yang mengimpor sekitar 1 juta ton udang setiap tahun. Bayangkan jika kita bisa menguasai 20% dari pasar tersebut,” ujar Tamsil.
Peluang Ekspor ke Pasar Non-Tradisional
Selain China, peluang ekspor juga terbuka di Timur Tengah, Korea Selatan, Taiwan, dan Uni Eropa. Budhi menyebutkan bahwa Indonesia sedang mendekati penandatanganan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Uni Eropa, yang dapat membuka akses pasar lebih luas bagi produk udang Indonesia.
Di tengah tantangan ini, Leonardo tetap optimistis usahanya mampu bertahan. Namun, ia realistis bahwa pertumbuhan mungkin tidak secepat yang diharapkan.
“Saya optimistis perusahaan bisa bertahan karena masih ada permintaan dan pasokan. Tapi untuk pertumbuhan, saya tidak terlalu optimistis,” ujarnya.
Selanjutnya: Saddil Ramdani Kembali Latihan, Bakal Saat Laga Persib Bandung vs Semen Padang?
Menarik Dibaca: Ini Ramalan Zodiak Anda Tentang Arah Karier dan Finansial Besok Kamis 7 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News