kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dorong Ketahanan Energi, Kapasitas PLTP Ditargetkan Mencapai 10,5 GW pada 2035


Jumat, 25 Oktober 2024 / 17:29 WIB
Dorong Ketahanan Energi, Kapasitas PLTP Ditargetkan Mencapai 10,5 GW pada 2035
ILUSTRASI. Pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dikembangkan PLN.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sumber energi panas bumi memiliki peran penting dalam mencapai ketahanan energi nasional. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) nasional ditargetkan mencapai 10,5 GW pada 2035 mendatang. 

Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Julfi Hadi mengatakan, PGE berkomitmen untuk terus mengembangkan kapasitas PLTP guna memenuhi target yang telah ditetapkan.

Baca Juga: Target 20,9 GW, PLN Kini Garap 15,3 GW Pembangkit Energi Baru Terbarukan

Saat ini, Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia dengan potensi mencapai 23,7 GW, namun pemanfaatannya masih minim, hanya sekitar 2,2 GW. 

“Dalam dua hingga tiga tahun mendatang, PGE menargetkan peningkatan kapasitas 1 GW dan tambahan 1,5 GW pada 2030,” ujar Jufli dalam Webinar bertajuk "Peran Penting Industri Panas Bumi Dalam Kebijakan Transisi Energi dan Pencapaian Target Indonesia Emas 2045" yang diselenggarakan ReforMiner Institute pada Kamis (24/10).

Jufli menambahkan, PGE juga mengadopsi teknologi baru seperti pompa submersible listrik dan pengukur aliran dua fase untuk meningkatkan efisiensi operasional.

Investasi untuk mencapai target ini diperkirakan mencapai US$ 17 miliar hingga US$ 18 miliar, dengan kontribusi signifikan terhadap PDB nasional sebesar US$ 21 miliar hingga US$ 22 miliar.

Baca Juga: Pemanfaatan EBT Membutuhkan Investasi Jumbo

Dalam hal pengurangan emisi, lanjut Julfi, energi panas bumi memiliki potensi yang luar biasa. Dengan pengembangan yang tepat, energi panas bumi di Indonesia diperkirakan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca tahunan sebesar 18-20 juta m³ CO?. 

“Komitmen ini tidak hanya mendukung transisi energi bersih, tetapi juga memberikan kontribusi langsung terhadap upaya global mengatasi perubahan iklim,” ujarnya. 

Sektor ini dapat menciptakan sekitar 1 juta pekerjaan baru, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini tentunya berdampak positif pada perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat lokal di sekitar proyek panas bumi.

Baca Juga: Pangkas Izin biar Pengembangan Panas Bumi Cepat Panas

Namun, lanjut Julfi, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan panas bumi tidaklah sedikit. Salah satu hambatan terbesar adalah risiko pengeboran, di mana hasil eksplorasi sering kali lebih rendah dari yang diharapkan.

Proses pengeboran hingga komersialisasi juga memakan waktu yang cukup lama, yakni 5 hingga 15 tahun. 

Selain itu, regulasi yang kompleks dan perizinan yang lambat menjadi kendala utama dalam menarik investasi di sektor ini. 

"Oleh karena itu, diperlukan dukungan kebijakan yang lebih fleksibel dan insentif yang memadai untuk mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia,” katanya.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Dina Nurul Fitria menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan industri dalam menghadapi tantangan global.

Baca Juga: Industri Panas Bumi Semakin Diminati

Pemerintah harus memberikan kepastian regulasi dan insentif yang mendukung pengembangan energi terbarukan, termasuk panas bumi. Pemerintah pusat dan daerah juga diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk kemudahan alokasi lahan dan kebijakan insentif untuk pengembangan infrastruktur energi terbarukan. 

“Inventarisasi sumber daya energi terbarukan di seluruh wilayah Indonesia juga menjadi langkah penting untuk mencapai target bauran energi nasional. Dengan dukungan yang tepat, energi panas bumi dapat menjadi solusi strategis dalam mencapai ketahanan energi Indonesia,” katanya.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan, pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mendukung pengembangan panas bumi yang berkelanjutan.

Pengembangan panas bumi tidak hanya mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga memberikan stabilitas energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi. 

Baca Juga: ADB Kucurkan Pinjaman untuk Transisi Energi, Ekonom Ingatkan Jebakan Utang Baru

Komaidi mencatat bahwa biaya operasional PLTP jauh lebih murah dibandingkan pembangkit listrik berbasis fosil, dengan rata-rata Rp 107,15/kWh. Selain itu, kapasitas operasi PLTP yang tinggi hampir setara dengan pembangkit listrik tenaga nuklir, memungkinkan efisiensi tinggi dalam jangka panjang. 

“Tantangan regulasi dan biaya awal yang tinggi masih menjadi kendala bagi banyak investor,” katanya.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Komaidi menekankan pentingnya dukungan kebijakan yang optimal untuk menciptakan value creation dari produk turunan panas bumi. 

Komaidi mencontohkan, negara-negara seperti Selandia Baru dan Jepang telah sukses memanfaatkan produk turunan seperti green hydrogen dan ekstraksi silika untuk meningkatkan keekonomian proyek panas bumi.

Baca Juga: Perizinan Berbelit-belit, Pemerintah Beri Relaksasi Investasi Panas Bumi

Indonesia juga memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk-produk ini sebagai bagian dari industri energi terbarukan. Dengan demikian, pengembangan panas bumi dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi negara dan mendukung target transisi energi bersih.

“Kolaborasi antarpemangku kepentingan menjadi kunci utama untuk mewujudkan potensi ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×