Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan strategi untuk mendorong kegiatan investasi untuk eksplorasi di sub sektor mineral dan batubara (minerba). Rencananya, Kementerian ESDM bakal memberikan insentif “right to match” bagi pihak yang menjalankan penugasan kegiatan eksplorasi di sub sektor tersebut.
Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo mengatakan, pihaknya tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur ketentuan perihal pemberian insentif right to match. “RPP tahun ini diharapkan terbit, sudah diproses semenjak UU 3/2020 (UU Minerba) terbit,” ujar Sunindyo kepada Kontan.co.id, Jumat (9/7).
RPP perihal penugasan eksplorasi berikut insentif right to match yang menyertainya, lanjut Sunindyo, merupakan tindak lanjut Pasal 17B Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Seperti diketahui, UU Nomor 3 Tahun 2020 mengubah beberapa beberapa pasal yang ada pada UU No. 4 Tahun 2009 serta menyisipkan pasal tambahan pada aturan UU itu. Pasal 17B sendiri merupakan pasal tambahan yang disisipkan. Sebelumnya, pasal tersebut tidak ada.
Baca Juga: Kombinasikan teknologi, Kementerian ESDM perkuat pengawasan sektor minerba
Ayat (1) Pasal 17B UU Nomor 3 Tahun 2020 menyebutkan, menteri dapat memberikan penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau perusahaan swasta untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka penyiapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral logam dan WIUP Batubara.
BUMN, badan usaha milik daerah, atau perusahaan swasta yang mendapatkan penugasan tersebut nantinya mendapatkan hak menyamai penawaran dalam lelang wilayah yang dieksplorasi atau biasa dikenal dengan right to match. Ketentuan ini diatur dalam Ayat (3) UU Nomor 3 Tahun 2020.
Sebagai pembanding, ketentuan perihal penugasan untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka penyiapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebenarnya juga sudah diatur dalam Pasal 87 UU No. 4 Tahun 2009. Hanya saja, sasaran penugasan dalam ketentuan tersebut hanya ditujukan pada lembaga riset negara dan/atau daerah. Selain itu, UU No. 4 Tahun 2009 juga tidak menyinggung soal hak menyamai penawaran alias right to match.
Sunindyo membeberkan, skema pemberian penugasan ini nantinya bisa juga dilakukan berdasarkan permohonan dari perusahaan yang menginginkan insentif right to match.
Dalam hal wilayah penugasannya ditetapkan sebagai WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara, perusahaan yang telah melaksanakan penugasan eksplorasi wilayah dan mengikuti lelang wilayah tersebut dapat menggunakan right to match yang dimiliki untuk menyamai penawaran dari penawar tertinggi dan memenangkan lelang.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perusahaan yang telah melaksanakan penugasan eksplorasi wilayah memiliki pengalaman lebih banyak di wilayah tersebut serta telah mengeluarkan biaya eksplorasi.
“Bila penerima penugasan menganggap nilai itu (nilai lelang dari penawar tertinggi) terlalu tinggi dan menyatakan tidak menggunakan right to match, maka pemenangnya adalah pihak yang bukan penerima penugasan (penawar tertinggi),” terang Sunindyo.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan, Perhapi mendukung wacana pemberian insentif right to match kepada perusahaan yang melakukan eksplorasi minerba. Perhapi sendiri, kata Rizal, pernah memberi masukan kepada Kementerian ESDM untuk memberlakukan mekanisme insentif tersebut guna mendorong minat perusahaan untuk melakukan kegiatan eksplorasi di sub sektor minerba.
Menurut Rizal, Indonesia mengalami stagnasi di bidang eksplorasi sumber daya mineral dalam dekade terakhir. Hal ini menurutnya tercermin misalnya dalam pengeluaran biaya atawa spending expenditure eksplorasi di Indonesia yang hanya berkisar US$ 100 – 200 juta dalam setahun atau setara 1%-2% total anggaran eksplorasi dunia berdasarkan data S&P Global 2016 dan KESDM.
“Harapan kita sih (investasi eksplorasi) meningkat (dengan adanya right to match),” kata Rizal kepada Kontan.co.id (7/7).
Meski begitu, Rizal menilai bahwa pemerintah masih punya ‘pekerjaan rumah’ lainnya untuk mendorong minat perusahaan untuk melakukan kegiatan eksplorasi di sub sektor minerba. Pemerintah menurutnya masih perlu menyelesaikan persoalan-persoalan lain seperti misalnya kecepatan dan efektivitas pelayanan perizinan serta masalah pertanahan.
“Perizinan sangat banyak tersebar di berbagai kementerian/lembaga dan masih lama. Tumpang tindih lahan dan proses lama dalam pembebasan lahan,” kata Rizal.
Selanjutnya: Kementerian ESDM dorong pengembangan Bio-CNG untuk subtitusi LPG
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News