Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kalangan DPR RI menyatakan sepakat agar harga gas untuk industri dan bisnis usaha di Indonesia bisa lebih murah. Caranya, pemerintah harus telebih dulu membuat harga gas di hulu murah.
Pasalnya, harga gas di hulu yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sudah mahal berkisar antara US$ 5-US$ 8 per mmbtu. Harga gas di hulu di Indonesia ini sudah jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga gas hilir di negara tetangga yang di kisaran US$ 5 per mmbtu.
Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menjelaskan, penyebab harga gas di hulu mahal yakni, karena lapangan-lapangan gas di Indonesia punya tingkat keekonomian yang berbeda-beda, sehingga menyebabkan harga gas di hulu menjadi bervariasi.
"Masing-masing lapangan gas punya tingkat keekonomian yang beda-beda yang akhirnya membuahkan harga gas di masing-masing lapangan itu bisa beda-beda. Jadi tidak bisa 1 lapangan di patok harga sama dengan lapangan lain. Ini harus dibenahi oleh pemerintah, pokoknya dari yang paling hulu dulu," katanya, melalui siaran tertulis, Rabu (21/9).
Satya menjelaskan, saat ini, pemerintah menggunakan sistem Production Sharing Contract (PSC) atau kontrak bagi hasil. Maka penurunan harga gas, itu bisa dilakukan dengah mengubah profit split yang akhirnya mungkin bagian dari pemerintah, itu bisa tidak sebesar sebelumnya.
"Dengan demikian, itu bisa menekan harga gasnya. Khususnya untuk lapangan yang sulit, lapangan yang membuat harga gas menjadi mahal," tuturnya..
Langkah yang bisa diambil oleh pemerintah, kata Satya, yakni meninjau ulang kontrak bagi hasil penghasil gas. Karena ketika harga tidak ekonomis, dia tidak akan mendevelop gas. Atau dengan kata lain, ingin harga gas murah, tapi itu semua berdasarkan kualitas lapangan.
"Ternyata lapangan nya sulit, dia harus beli gas mahal atau jual gas mahal, tapi industri tidak mau harga gas mahal, maka pemerintah harus ubah kontrak bagi hasilnya, profit split lebih," ujar Yudha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News