Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya Yudha mengatakan, tambang emas Poboya, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) tak dapat ditutup. Pasalnya, Poboya, bukanlah tambang emas ilegal.
Perusahaan tambang emas setempat, memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang pemberian izinnya sudah melalui berbagai tahapan analisa dan kajian. “Tidak bisa ditutup. Yang berwenang menutup itu pusat,” jelas Satya dalam keterangannya.
Menurutnya, dahulu memang merkuri dipakai di Poboya oleh pertambang rakyat. Namun, kini ia meyakini merkuri sudah ditinggalkan untuk dipakai di daerah tersebut.
Jika pun masyarakat menemukan penggunaan merkuri, mereka harus menyerahkan buktinya kepada aparat yang berwenang untuk kemudian diinvestigasi.
Ia mengingatkan, berdasarkan Undang-undang (UU) Lingkungan Hidup pun, jika ada dugaan pelanggaran, tak lantas hal tersebut dapat dijadikan alasan menutup tambang.
Sebab, terdapat beberapa mekanisme seperti pemberian sanksi berdasarkan regulasi tersebut. “Jadi tidak langsung ditutup. Ada urutannya. Kan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menyatakan tak boleh ada merkuri. Nah, kan ada mekanisme Pergubnya juga, kenapa gak itu tidak dijalankan,” tuturnya.
Sebelumnya, hal serupa pernah diungkapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK Yun Insiani menegaskan, kini warga penambang menggantikan penggunaan merkuri denggan sianida.
“Mereka (para penambang rakyat) saat ini sudah menggunakan sianida. Kalau merkuri mereka sudah ditinggalkan,” ungkap Yun beberapa waktu lalu.
Berdasarkan hasil pengambilan sampel sampel rambut, saat KLHK melakukan observasi langsung ke area pertambangan sekitar Maret dan Agustus 2017 lalu, mereka memang menemukan rambut penambang yang mengandung merkuri. Namun dari hasil pengamatan KLHK, itu merupakan dampak penggunaan merkuri di beberapa tahun sebelumnya.
“Efeknya kan akumulasi, makanya merkuri itu disebut bioakumulasi. Jadi mungkin sudah dua atau tiga tahun mereka sudah tidak pakai merkuri. Tetapi sebelumnya mereka pakai, sehingga itu bisa kita lihat di rambutnya,” jelasnya.
Karenanya, dapat dipastikan KLHK, warga setempat telah mendapatkan edukasi yang baik atas penggunaan sianida. Apalagi, pihaknya menginginkan para penambang bisa menggunakan sianida untuk proses pertambangan. Itu sebabnya, Tim KLHK akan mengawasi dan selalu mengedukasi sianidai di penambangan emas.
Penggiat Lingkungan Hidup dari Serikat Indonesia Hijau Agus Sallim menilai, keinginan penutuapan tambang Poboya, justru akan menyengsarakan masyarakat sekitar tambang. Apalagi, perusahaan tambang di Poboya telah memiliki IUPK.
Agus mensinyalir ada keterlibatan asing yang memanfaatkan isu pertambangan di Poboya untuk mengambil keuntungan tertentu.
"Harusnya win win solution kalau mau menguji sektor pertambangan. Karena ini menjadi tulang punggung rakyat," ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), lanjutnya, proses pertambangan emas Poboya tak lagi menggunakan merkuri. Untuk itu, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota perlu memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai cara bertambang emas yang baik.
Edukasi ini, dapat dibantu oleh Perusahan tambang. Tujuannya, untuk menjaga keberlangsungan tambang rakyat yang telah menjaga konsesi dalam IUP. "Di Liverpool, Inggris, ada tambang dalam kota dan tidak masalah kalau teknologi canggih, " tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News