kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.951.000   -8.000   -0,41%
  • USD/IDR 16.304   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.533   43,20   0,58%
  • KOMPAS100 1.070   7,34   0,69%
  • LQ45 793   -2,68   -0,34%
  • ISSI 254   0,66   0,26%
  • IDX30 409   -1,29   -0,31%
  • IDXHIDIV20 467   -2,82   -0,60%
  • IDX80 120   -0,30   -0,25%
  • IDXV30 124   0,09   0,07%
  • IDXQ30 131   -0,56   -0,43%

Driver Online Minta Payung Hukum, Bukan Label UMKM


Selasa, 24 Juni 2025 / 06:50 WIB
Driver Online Minta Payung Hukum, Bukan Label UMKM
ILUSTRASI. Sejumlah pengemudi  ojek daring menunggu penumpang di Jalan Raya Margonda, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (20/3/2024). Wacana pengubahan status pengemudi online menjadi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih memicu perdebatan.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana pengubahan status pengemudi online menjadi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih memicu perdebatan. 

Kementerian Koperasi dan UKM mengusulkan agar para pengemudi online dikategorikan sebagai pelaku UMKM. Namun, usulan ini mendapat penolakan dari sejumlah pengemudi online.

Saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM tengah membahas usulan tersebut bersama sejumlah kementerian terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta para penyedia layanan transportasi online. 

Baca Juga: Asosiasi Semen Minta Payung Hukum untuk Kebijakan Moratorium Pabrik Baru

Jika status UMKM disematkan kepada para pengemudi, mereka berpotensi memperoleh fasilitas yang selama ini diperuntukkan bagi pelaku UMKM, seperti akses terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Kendati demikian, Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafariel menilai bahwa usulan tersebut belum tepat. Ia meminta agar pemerintah menciptakan klaster tersendiri yang mengatur pengemudi online secara spesifik.

“Kami mengusulkan adanya klaster baru yang berada di antara status pekerja dan mitra,” ujar Taha, Minggu (22/6).

Taha menekankan pentingnya pembentukan regulasi yang terkoordinasi melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) lintas kementerian sebelum kebijakan terkait pengemudi, taksi online (taksol), dan kurir online (kurol) diterbitkan. 

Hal ini diperlukan karena pengaturan pengemudi online saat ini berada di bawah kewenangan berbagai kementerian. Misalnya, urusan ketenagakerjaan berada di bawah Kementerian Ketenagakerjaan, aspek usaha ditangani Kementerian UMKM, sisi teknologi berada di ranah Komdigi, sedangkan transportasi masuk dalam kewenangan Kementerian Perhubungan.

Baca Juga: Regulasi Driver Transportasi Online Masih Timpang, Tepatnya Diatur Kementerian UMKM

“Kalau kami dijadikan pelaku UMKM, kementerian lain justru berbeda pandangan. Kementerian Perhubungan menyebut kami mitra, Kementerian Ketenagakerjaan memasukkan dalam kategori pekerja informal, sementara kurir online justru algoritmanya diatur oleh Komdigi,” jelas Taha.

Menurutnya, hal paling mendesak saat ini adalah kehadiran payung hukum yang kuat dalam bentuk undang-undang yang dapat mengatur seluruh aspek terkait pengemudi online. 

Regulasi ini nantinya dapat menjadi acuan dalam penetapan status pengemudi serta menentukan kementerian mana saja yang memiliki tanggung jawab terhadap model usaha berbasis kemitraan ini.

Baca Juga: Asosiasi Driver Online (ADO) Usulkan Klaster Khusus untuk Ojol, Tolak Masuk UMKM

Sementara itu, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, berpendapat bahwa pengemudi online lebih tepat dikategorikan sebagai mitra dalam sektor UMKM. Ia juga menilai bahwa sistem kerja para pengemudi online yang fleksibel mendukung klasifikasi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×