Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tindakan tegas Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki yang berencana memanggil salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia terkait barang murah dari Tiongkok menuai dukungan dari berbagai pihak. Langkah ini dilakukan pemerintah bermula dari viralnya tagar #SellerAsingBunuhUMKM yang jadi trending topic di media sosial.
Viralnya tagar itu berawal dari percakapan beberapa pegiat media sosial yang membahas importir asing bernama Mr Hu yang berjualan di marketplace Shopee. Warganet sudah sejak lama dibuat penasaran dengan sosok Mr Hu ini. Sebab, setiap membeli barang dari Tiongkok, nama pengirim dan alamat selalu sama.
Masalah besarnya adalah dia kerap memasang harga yang terlampau murah, sehingga diyakini dapat membunuh UMKM Indonesia. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memandang, lancarnya arus barang impor dari Tiongkok lewat marketplace e-commerce akibat regulasi impor yang terlalu lama.
Menurutnya, beberapa faktor yang membuat barang impor China naik tajam adalah perusahaan e-commerce di Indonesia sebagian besar terafiliasi dengan grup perusahaan yang ada di China.
"Memang strategi dari pebisnis China untuk mengakuisisi e-commerce di Indonesia, kemudian dijadikan channel distribusi produk asal China," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (19/2).
Grup yang membeli saham e-commerce Indonesia, lanjut Bhima, gencar dalam melakukan aksi promo dan diskon. Bahkan, berani memberikan gratis ongkos kirim dan sering melakukan event diskon hingga 90%. Wajar apabila produk made in China cukup dominan di platform e-commerce.
Pemerintah China juga berperan penting dengan melakukan subsidi kepada perusahaan yang melakukan ekspor barang ke Indonesia. Kata Bhima, di negeri Tirai Bambu, ada sebuah tempat yang bernama Tao Bao Village, yakni kampung UMKM yang memproduksi barang dan menjual secara online.
Di kampung UMKM itu, pemerintah China memberikan subsidi mulai dari pajak, sertifikasi, dan bea ekspor. "Di sini kita kalah. Kalau barang impor dominan di e-commerce jelas akan memukul produsen lokal. UMMK lokal kalah bersaing dan akhirnya gulung tikar," tegas Bhima.
Regulasi barang impor
Karena itu, Bhima mengingatkan agar porsi impor barang di platform e-Commerce diatur pemerintah. Misalnya, menerbitkan regulasi maksimal 30% barang impor by country origin di e-Commerce.
Tapi, hingga saat ini tidak pernah ada regulasi yang tegas. "Padahal, pemerintah jelas mendorong UMKM masuk platform digital. Tapi, di sisi lain, persaingan dengan barang impor di liberalkan," ujar Bhima.
Hal tersebut, lanjut dia, tentu akan membuat UMKM lokal ngos-ngosan. "Cepat atau lambat barang impor yang sudah dominan di platform e-Commerce makin diberi ruang. Kalau dulu orang impor prosesnya susah sekarang tinggal duduk manis. Barang dari China door to door sampai di depan pintu konsumen Indonesia,” Bhima mengkhawatirkan.
Sebelumnya, peneliti Indef Nailul Huda, menilai pasar domestik Indonesia sangat menarik bagi tiap pelaku e-Commerce. Dengan pertumbuhan kelas menengah, generasi gadget yang sangat pesat dan haus akan diskon produk ditangkap oleh produsen Tiongkok untuk menjual produknya langsung ke konsumen di Indonesia.
“Sekarang juga pengiriman lebih murah dan ada diskon ongkir dari platform. Harga produksi yang murah dan ongkir yang murah merupakan kombinasi yang pas buat costumer Indonesia,” jelasnya.
Efek negatifnya, ada ketidakseimbangan persaingan antara produsen di Tiongkok yang sudah besar dan efisien dengan pelaku UMKM yang rata-rata tidak sebesar dan seefisien produsen asal negeri tirai bambu itu.
Praktik ini lama kelamaan akan semakin menggerus pangsa pasar UMKM lokal yang saat ini pun sangat rendah. UMKM tidak dapat lagi bersaing. Akibatnya banyak UMKM yang tidak turun menjual ke platform e-Commerce.
”Di saat sudah tidak ada lagi pesaing lokal, harganya lama kelamaan bisa naik dan membebankan ke konsumen. Praktik ini termasuk praktik tidak sehat,” tegasnya.
Selanjutnya: Menkop Teten panggil Shopee terkait fenomena Mr Hu, ada masalah apa?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News