Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia berencana untuk memberikan relaksasi regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk-produk dari Amerika Serikat (AS), khusunya produk-produk sektor ICT seperti GE, Apple, Oracle, dan Microsoft.
Menanggapi rencana relaksasi ini, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, mengatakan jika pemerintah perlu berhati-hati dalam melakukan pelonggaran TKDN tersebut.
“Saya kira harus hati-hati ya karena TKDN ini kan adalah salah satu insentif yang diberikan untuk industri domestik kita. Jangan sampai ada implikasi terhadap pelemahan industri kita,” terang Andry kepada Kontan, Selasa (8/4).
Baca Juga: Imbas Tarif Impor, Pemerintah Rencanakan Relaksasi TKDN untuk Produk AS
Lebih lanjut, Andry juga memberikan komentarnya terkait rencana pemerintah Indonesia dalam menggandeng Amerika Serikat (AS) dalam proyek pembangunan kilang minyak.
Langkah ini merespons situasi ekonomi global, khususnya kebijakan ekonomi-politik Presiden AS yang mengenakan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32%.
Andry menilai jika langkah ini bisa membuka peluang kerja sama yang strategis, mengingat saat ini Indonesia masih banyak mengimpor migas. Dengan kerja sama ini, dinilai dapat mengurangi biaya impor migas dalam negeri.
“Kita tahu saat ini AS menjadi produsen migas yang cukup besar dan dengan menawarkan proyek kilang minyak itu memberikan sinyal untuk membuka peluang kerja sama yang cukup strategis,”
Baca Juga: Dampak Tarif Impor Trump, Industri Elektronika Tekankan Kebijakan TKDN
Ada pun, ia mengatakan alasan mengapa Indonesia terus mengusahakan lobi-lobi negosiasi terhadap pemerintah AS terkait kebijakan tarif resiprokal ini.
Andry menjelaskan jika penambahan tarif resiprokal 32% terhadap produk impor asal Indonesia ini sangat memberatkan berbagai sektor, khususnya industri padat karya dalam negeri. Untuk itu, negosiasi perlu dilakukan karena AS merupakan salah satu negara tujuan eksport utama Indonesia.
“Karena kalau kita melakukan diversifikasi ekspor tentunya tidak mudah karena adanya serangkaian proteksionism. Jadi menurut saya harus dilakukan menurunkan 32% atau mungkin membatalkan itu gitu. Jadi negosiasi ini harus dilakukan harapannya menguntungkan dua belah pihak dalam hal ini AS dan Indonesia,” pungkas Andry.
Baca Juga: Prabowo Minta Kebijakan TKDN Fleksibel, Realistis, dan Diganti Insentif
Selanjutnya: Wall Street Rebound di Tengah Harapan Pembicaraan Tarif AS
Menarik Dibaca: 7 Tips Makeup Matte Agar Tidak Menggumpal, Jangan Lupa Pakai Primer!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News