Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali membuka keran ekspor batubara bagi perusahaan yang telah memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) batubara. Pelonggaran ini menjadi angin segara bagi industri pelayaran.
Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini produsen batubara yang telah memenuhi 100% DMO telah diizinkan melakukan ekspor kembali.
"Tentunya ini menggambarkan peningkatan ekspor menuju kondisi normal sebagaimana sebelum Januari 2022. Yang kita tahu ekspor batubara sebagai salah satu komoditas primer penghasil devisa. Apalagi memang saat ini permintaan terhadap batubara Indonesia juga cukup tinggi ke Timur jauh dan India," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (26/1).
Di tahun ini, sejumlah analis memproyeksikan harga batubara masih tetap tinggi karena dipengaruhi kebutuhan PLTU di China yang besar. INSA melihat, momentum ini merupakan prospek yang bagus bagi industri angkutan batubara pada umumnya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Kaji Perpanjangan Harga Batubara Khusus Industri Semen dan Pupuk
Namun, armada merah putih saat ini dibatasi sampai dengan ukuran 10,000 dwt saja sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 65 tahun 2020 yang merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No.40 tahun 2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
"Jadi terbatas untuk armada tug & barge dengan tujuan dekat saja," kata Carmelita.
Kendati demikian, salah satu strategi pelaku usaha pelayaran untuk memanfaatkan momentum bergairahnya industri batubara adalah dengan menambah armada baru.
"Kenaikan permintaan ekspor memang berdampak pada operator tug & barge nasional yang melakukan kegiatan transhipment dari hulu ke lepas pantai. Tapi berdasarkan pengalaman, di mana dinamika shipping ini sangat fluktuatif. Saya belum melihat terjadinya banyak order penambahan armada baru," ujarnya.
Soal wacana salah satu perusahaan pelayaran menaikan tarif angkutan seiring dengan menanjaknya harga komoditas, Carmelita bilang, hal ini diserahkan pada mekanisme pasar dan strategi masing-masing operator. Menurutnya, kebijakan atau strategi kenaikan tarif tidak semata-mata karena suplai dan permintaan. Tetapi tingkat persaingan, serta koreksi biaya operasional juga menjadi bagian dari perhitungan operator.
Baca Juga: PLN Jamin Krisis Batubara Tak Terulang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News