kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor bijih nikel dilarang, pemerintah genjot pengembangan industri hilir


Rabu, 02 Oktober 2019 / 20:46 WIB
Ekspor bijih nikel dilarang, pemerintah genjot pengembangan industri hilir
ILUSTRASI. Pabrik feronikel atau FeNi ANTAM


Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus mengupayakan pengembangan industri hilir pasca terbitnya beleid Peraturan Menteri ESDM No 11 Tahun 2019 tentang larangan ekspor bijih nikel kadar rendah per 1 Januari 2020.

Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Andri Budhiman Firmanto mengungkapkan salah satu upaya pengembangan yakni lewat komponen baterai mobil listrik.

Baca Juga: Pengamat: Pemerintah perlu kajian dan konsistensi soal larangan ekspor bijih nikel

"Dari kajian, 40% dark total biaya manufaktur mobil listrik berasal dari baterai," sebut Andri ketika di temui di Jakarta, Selasa (2/10). Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bahan baku terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion.

Lebih jauh ia memastikan, pemanfaatan bijih nikel kadar rendah sebagai bahan baku baterai sejalan dengan Peraturan Presiden No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. "Apalagi total kebutuhan bijih nikel kadar rendah tahun 2021 mendatang sekitar 27 juta ton per tahun," ungkap Andri.

Sementara itu menanggapi permasalahan harga jual bijih nikel yang rendah untuk pasar domestik, Andri menegaskan, pemerintah akan menerapkan sanksi bagi pihak-pihak yang tidak mematuhi kewajiban Harga Patokan Mineral.

Sementara itu, Kasubdit Industri Logam Kementerian Perindustrian Sri Bimo Pratomo mengungkapkan, pemerintah tengah mengupayakan pengembangan industri yang memanfaatkan bijih nikel kadar rendah.

"Sedang dibangun industri yang menggunakan teknologi hydrometalurgi untuk menghasilkan nikel kobalt sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik," jelas Bimo, Selasa (2/10).

Baca Juga: Kementerian ESDM pastikan larangan ekspor bijih nikel tetap berlaku sesuai jadwal

Hal ini tidak terlepas dari proyeksi konsumsi nikel untuk baterai dari 4% pada 2016 menjadi 15% pada 2020 mendatang.

Selain itu, Bimo menambahkan, saat ini telah berkembang industri blast furnace untuk menghasilkan stainless steel kadar nikel rendah. "Saat ini sudah berjalan di Cilegon, Konawe, dan Morowali dan ini membutuhkan ketersediaan bahan baku bijih nikel kadar rendah," tandas Bimo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×