Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pengamat menilai pemerintah perlu melakukan kajian mendalam kepada perusahaan dan konsistensi dalam menerapkan regulasi soal industri nikel.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan Peraturan Menteri No 11 Tahun 2019 tentang larangan ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Baca Juga: Kementerian ESDM pastikan larangan ekspor bijih nikel tetap berlaku sesuai jadwal
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI), Irwandi Arif menilai peraturan yang tidak konsisten menjadi salah satu akar permasalahan dalam industri nikel. "Jalan keluarnya ya menjual bijih nikel di dalam negeri kepada yang punya smelter," jelas Irwandy ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (2/10).
Namun ia menambahkan, hal tersebut hanya akan menimbulkan masalah baru sebab harga bijih nikel yang dijual akan sangat rendah. Senada, Direktur Ciruss Budi Santoso menilai, pemerintah perlu melakukan kajian perihal persoalan sejumlah perusahaan dalam membangun smelter.
"Dan pelarangan ekspor bijih nikel dapat menjadi (kesempatan) monopoli bagi perusahaan yang memiliki smelter," ujar Budi, Selasa (2/10).
Menurutnya, pemerintah perlu memberi kesempatan bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang serius dalam mengembangkan smelter.
Baca Juga: Progres divestasi saham Vale Indonesia (INCO) masih tunggu langkah Jokowi
Adapun, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengungkapkan, percepatan larangan ekspor perlu dibarengi dengan kesiapan industri hilir dalam negeri. "Ketidaksiapan industri hilir hanya akan menimbulkan stagnasi regulasi," ujar Ahmad di Jakarta, Selasa (2/10).