Reporter: Mona Tobing, Handoyo | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Aksi mogok pengusaha angkutan khusus pelabuhan (Angsuspel) di Pelabuhan Belawan, Medan, yang membuat arus bongkar muat barang terhenti diperkirakan bakal berdampak pada kegiatan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO). Pasalnya, akibat berhentinya operasional angkutan pelabuhan, kegiatan pengiriman CPO ikut terhenti.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menuturkan, selama ini dari total ekspor produk CPO dan turunannya asal Indonesia, sekitar 20% dikapalkan melalui Pelabuhan Belawan. "Kondisi ini tentu saja sangat merugikan pengusaha CPO," katanya Selasa (14/4).
Sebagai gambaran, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), tahun 2013 total ekspor produk sawit dan turunannya dari Indonesia sebanyak 21,2 juta ton. Artinya, ada sekitar 4 juta ton CPO dan produk turunnya yang diekspor lewat Pelabuhan Belawan sepanjang tahun lalu.
MP Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Indonesia menambahkan, tidak beroperasinya kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Belawan sejak Senin (14/4) membuat perusahaannya rugi. "Ini merugikan pengusaha karena bisnis terganggu, apalagi tak sedikit barang kami yang hendak dikirim," jelasnya Selasa (15/4).
Menurutnya, terhentinya arus bongkar muat barang di Belawan akan membuat beban operasional perusahaan membengkak dan barang akan terlambat sampai di tujuan. Alhasil, kata Tumanggor, pasokan CPO ke konsumen akan terganggu. Belum lagi, bila pengiriman CPO tertunda terlalu lama, ada kekhawatiran penurunan kualitas produk CPO yang dikirim. Tapi, Tumanggor bilang hingga kini Wilmar belum menghitung berapa besar total kerugian yang ditanggung oleh perusahaannya akibat penghentian operasional Belawan.
Sebagai gambaran, ekspor CPO Wilmar yang dikirim lewat Pelabuhan Belawan sekitar 400 ton - 500 ton per bulan. Setiap tahun, Wilmar International mengelola minyak sawit mentah rata-rata sekitar 4 juta ton-5 juta ton. Sebagian besar CPO yang dikelola oleh Wilmar International dibeli dari perusahaan perkebunan di Indonesia. Hanya sekitar satu juta ton CPO yang dihasilkan dari perkebunan sendiri. Dari jumlah CPO yang dikelola ini, sekitar satu juta ton CPO diproduksi untuk biodiesel, tiga juta ton untuk produksi olein atau minyak goreng, dan sisanya sebanyak satu juta ton CPO diekspor ke luar negeri.
Menurut Sahat, bila angkutan pelabuhan tak beroperasi, eksportir harus merogoh biaya operasional yang lebih besar. Sahat menggambarkan, bila eksportir tak bisa mengapalkan barang, biaya tambahan yang harus dikeluarkan sekitar US$ 4 - US$ 5 per ton berat mati kapal (Dead Weigh Tonnes) per hari.
Sulit cari alternatif
Sebenarnya, di Sumatra ada pelabuhan lain yang bisa digunakan, yakni pelabuhan Dumai dan Kuala Tanjung. Tapi, kata Sahat untuk mengalihkan ekspor ke dua pelabuhan ini bukanlah hal yang mudah. Belum lagi, eksportir harus merogoh kocek tambahan untuk beralih pelabuhan.
Tungkot Sipayung Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bilang, setidaknya di pelabuhan Belawan telah ada tangki-tangki CPO milik beberapa perusahaan seperti milik Wilmar, Musim Mas, dan PT Perkebunan Nasional (PTPN).
Tumanggor menambahkan, hingga kini Wilmar belum berencana mengalihkan pengiriman CPO lewat pelabuhan Dumai atau Kuala Tanjung. Pasalnya, menurut informasi yang beredar hingga ke telinga Tumanggor, kegiatan pengangkutan barang di Pelabuhan Belawan kembali beroperasi pada hari ini, Rabu (16/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News