Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempertimbangkan membuka kembali keran ekspor kayu log (bulat) untuk jenis dan ukuran tertentu. Alasannya, harga kayu di dalam negeri dianggap tidak bersaing. Namun rencana tersebut dikhawatirkan dapat mematikan industri pengolahan kayu lokal.
Anggota DPR Komisi IV Rofi Munawar mengatakan, ekspor kayu bulat bertentangan dengan komitmen penguatan industri olahan kayu lokal dan perbaikan tata kelola hutan.
"Seharusnya Kemenhut bersinergi dengan kementerian perindustrian untuk menguatkan industri kayu olahan lokal. Kemudian mendorong keunggulan komparatif dengan negara lain berbasis bahan baku lokal dan kreativitas tinggi," kata Rofi pada Senin (16/2).
Seperti diberitakan sebelumnya, KLHK menilai harga kayu bulat di dalam negeri tidak kompetitif. Harga kayu bulat atau log di dalam negeri sekitar Rp 2,3 juta per meter kubik. Sementara, harga kayu bulat ketika diekspor mencapai US$ 700 – US$ 800 per meter kubik atau sekitar Rp 8,75 juta – Rp 10 juta per meter kubik dengan asumsi kurs rupiah Rp 12.500/US$.
Dampaknya nanti ekspor kayu log hanya akan menumbuhkan usaha produsen kayu mentah, plus membuat deforestasi semakin besar dan mematikan usaha kayu lokal. Ada baiknya pemerintah lebih serius mengembangkan usaha kehutanan berbasis industri kreatif dan inovasi teknologi dibandingkan secara singkat menjual langsung kayu log.
Rofi juga menambahkan, ekspor kayu log juga membuat potensi berkurangnya tenaga kerja yang mampu terserap pada sektor tersebut. Karena efek dari industri yang tidak akan berjalan dengan baik. "Multi player effect yang sudah terjadi saat ini, dipastikan akan berkurang bagi perekonomian lokal," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News