Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Produktivitas kopi Indonesia yang terus menurun berdampak pada ekspor kopi yang juga menyusut. Pada 2016, ekspor kopi diperkirakan turun 15% dibandingkan tahun 2015 yang mencapai sekitar 400.000 ton. Penurunan ekspor kopi ini terjadi karena produksi kopi di dalam negeri mengalami tren penurunan akibat cuaca yang didominasi kemarau basah, di mana curah hujan lebih tinggi sepanjang tahun.
Ketua Umum Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) Hutama Sugandhi mengatakan, minat pasar mancanegara terhadap kopi Indonesia juga sangat tinggi, karena kopi Nusantara memiliki ciri khas tersendiri. Namun, permintaan yang tinggi itu tidak diimbangi dengan produksi yang justru turun.
Pada tahun 2015, produksi kopi Indonesia sebesar 639.412 ton. Namun, tahun 2016 produksi kopi turun tipis 0,01% menjadi 639,305 ton. Sementara, tahun 2017 ditargetkan produksi kopi nasional sebesar 637,539 ton atau turun 0,27% dair tahun lalu.
"Akibatnya volume ekspor kopi kita menurun sektiar 15% dari rata-rata ekspor sekitar Rp 400.000 ton per tahun," ujarnya, Jumat (6/1).
Hutama meminta pemerintah menaruh perhatian serius pada pengembangan industri kopi di hulu. Karena permintaan terhadap produk kopi meningkat baik di pasar domestik maupun di pasar global. Sebab bila produktivitas kopi Indonesia terus turun, sementara permintaan meningkat maka Indonesia akan menjadi importir kopi. Padahal, harga kopi saat ini rata-rata sudah naik.
Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan), dalam dua tahun terakhir, harga kopi jenis robusta naik dari Rp 25.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 40.000 per kg, dan Arabika naik dari Rp 40.000 per kg menjadi Rp 60.000 per kg. Kenaikan harga kopi asal Indonesia ini diprediksi terus terjadi karena kopi Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki negara produsen kopi lainnya di dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News