Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pengusaha tambang protes karena kegiatan ekspor pasir zirkonium sejak tiga bulan silam terhenti. Pasalnya, terdapat perbedaan metode penghitungan batasan kadar minimum, sehingga Bea Cukai melarang keluarnya komoditas tambang tersebut.
Alhasil, sejumlah perusahaan terpaksa menghentikan sementara kegiatan produksinya sampai ekspor kembali diperbolehkan. "Sejak September lalu, kami tidak bisa melakukan ekspor, Bea Cukai menahan kegiatan ekspor karena menganggap produk kami dari hasil laboratorium tidak memenuhi batasan minimum," kata Pius Hendy, Direktur Utama CV Kurnia Alam Sejati ke KONTAN, Senin (1/12).
Sejak Januari 2014, saat keluar Undang-Undang Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 1/2014 dimulai, kegiatan ekspor zirkonium berjalan normal. Berdasarkan aturan yang berlaku batasan kadar minimum komoditas tersebut yang yakni ZrO2 di atas 65,5%.
Belakangan, produk tersebut dilarang untuk diekspor karena dianggap tidak memenuhi kadar minimum. Sebab, kondisi riilnya dalam komposisi pasir zirkon ada unsur hafnium, sehingga kadar minimumnya menjadi ZrO2 + Hf sebesar 65,5%, sedangkan jika hanya menghitung unsur ZrO2 kadarnya hanya mencapai 64% sehingga tak memenuhi syarat untuk ekspor.
Sayangnya, pemerintah tidak mengatur adanya unsur logam hafnium dalam Permen ESDM. "Bea Cukai juga tidak bisa disalahkan, pemerintah yang harus turun tangan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News