Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya hanya mendapatkan kekecewaan setelah enam bulan menanti keseriusan PT Freeport Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di Indonesia.
Padahal, sebelumnya pemerintah telah memberikan kelonggaran bagi perusahaan tersebut dengan membuka keran ekspor bijih tembaga olahan tanpa pemurnian (konsentrat) yang seharusnya dilarang sejak Januari 2014 dan diundur hingga 2017.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pemerintah sejatinya telah mengeluarkan PP Nomor 1/2014 yang memundurkan kewajiban memumurnikan mineral untuk memberikan kesempatan pada Freeport untuk membangun smelter di Indonesia.
"Tapi evaluasi terakhir, progres smelter itu masih jauh. Saya tidak gembira, saya kecewa," kata dia, dalam jumpa pers di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Selasa (20/1).
Dia bilang, seharusnya Freeport sudah menunjukkan progres smelter paling lambat enam bulan setelah pemberian surat persetujuan ekspor (SPE) pada 26 Juli silam, atau hingga Minggu (25/1) depan.
Sudirman bilang, sebelum masa berlaku SPE tersebut habis Freeport harus melanjutkan tahapan pengembangan smelter, salah satunya memastikan lokasi pabrik.
Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya memberikan rekomendasi izin ekspor pada Freeport setelah perusahaan tersebut bersedia menandatangani memorandum of understanding (MoU) amandemen kontrak pada Juli 2014 silam.
MoU tersebut memuat komitmen perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat tersebut untuk membangun smelter di Indonesia. "Kami percaya kepada mereka, karenanya masa berlaku MoU juga kami batasi hingga enam bulan," kata Sukhyar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News