kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.204   62,76   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   11,08   1,01%
  • LQ45 878   11,31   1,31%
  • ISSI 221   1,16   0,53%
  • IDX30 449   6,13   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,20   0,97%
  • IDX80 127   1,37   1,09%
  • IDXV30 135   0,73   0,54%
  • IDXQ30 149   1,60   1,08%

ESDM klaim pembangunan smelter 2017 capai target


Kamis, 10 Agustus 2017 / 09:34 WIB
ESDM klaim pembangunan smelter 2017 capai target


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengklaim, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) pada semester I tahun 2017 telah mencapai target.

Dari target empat smelter yang akan dibangun pada 2017, dua smelter telah dibangun hingga tengah tahun 2017. Selain itu, realisasi ekspor nikel (ore) pada semester I tahun 2017 baru mencapai 403.000 ton, dari rekomendasi ekspor sebesar 8,16 juta ton.

"Ekspor ore itu diberikan untuk mengetahui dan memberikan insentif kepada yang serius membangun (smelter). Karena kalau dia tidak memenuhi progress, (rekomendasi ekspornya) dicabut," ujarnya dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Kamis (10/8).

Hingga saat ini, tercatat 13 smelter nikel yang telah terbangun. Namun tiga di antaranya kini terhenti operasinya karena alasan keekonomian. Ketiga smelter dimaksud adalah PT Indoferro dan PT Bintang Timur Steel di Cilegon, serta PT Cahaya Modern Metal Industri di Sulawesi Tenggara.

Dalam laporan yang disampaikan Direktorat Jenderal Minerba, akhir Juli lalu, disebutkan ketiganya berhenti beroperasi dikarenakan masalah ekonomi perusahaan. Terutama akibat pengoperasian peleburan nikel dengan menggunakan teknologi Blast Furnace yang sangat dipengaruhi harga bahan baku, salah satunya adalah kokas.

Harga kokas yang memiliki porsi 40% dari total biaya produksi, meningkat dari rata-rata US$100 per ton pada tahun 2015 menjadi US$200-US$300 per ton sejak akhir tahun 2016. Hal inilah yang menjadi penyebab terhentinya kegiatan produksi PT Cahaya Modern Metal Industri.

Sementara itu, operasi PT Indoferro dan PT Bintang Timur Steel sejak awal tidak di desain untuk memurnikan bijih nikel sehingga tingkat keekonomiannya akan berbeda dengan desain awal. PT Indoferro semula memurnikan bijih besi sedangkan PT Bintang Timur Steel semula memurnikan bijih mangan.

PT Indoferro yang memiliki kapasitas produksi 200.000 ton per tahun berhenti berproduksi sejak 19 Juli 2017. Sementara PT Bintang Timur Steel yang berkapasitas produksi 37.440 ton per tahun sejak commissioning pada Juli 2015 belum beroperasi secara continue.

Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa hingga saat ini terdapat 10 smelter nikel beroperasi dengan total produksi 1.468.596 ton per tahun. Sementara, 13 smelter nikel lainnya saat ini dalam tahap konstruksi dengan total kapasitas mencapai 1.853.000 ton per tahun apabila ke-13 smelter tersebut sudah berproduksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×