Reporter: Azis Husaini, Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, penggunaan skema bagi hasil memakai gross split akan mensyaratkan beberapa hal. Terutama adalah pemakaian tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan, semakin banyak TKDN yang dipakai oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), akan semakin besar pula split yang didapat mereka. "Kalau mereka (KKKS) tidak mau memakai TKDN maka split tidak dapat besar. Dan tidak ada insentif," ungkap dia, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII, Rabu (14/12).
Dia juga tidak ingin berandai-andai, jika pada penerapannya malah gagal meningkatkan pendapatan untuk negara. "Tadi DPR bilang, jangan dulu ngomongin gross split. Tunggu sampai dibahas di DPR," ungkap dia.
Sejauh ini pemerintah dan beberapa asosiasi penunjang migas juga akan melakukan diskusi soal masalah penerapan TKDN ini.
Sementara itu, Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong, belum mau menegaskan soal pemakaian TKDN bagi KKKS, jika nantinya skema gross split akan diterapkan pada Januari 2017.
IPA mengaku diskusi belum sampai soal TKDN. "Tapi yang saya bisa katakan bahwa soal TKDN dan soal teknologi, KKKS akan seefisien mungkin, karena cost akan ditanggung sepenuhnya oleh KKKS," ungkap dia, kepada KONTAN, Rabu (14/12).
Dia juga menerangkan, bahwa ide gross split untuk conventional assets sebenarnya datang dari pemerintah. Saat ini pihaknya masih menganalisa positif dan negatif skema gross split tersebut. "IPA saat ini bekerja sama dengan pemerintah untuk menganalisa positif-negatif atau kekuatan dan kelemahan konsep gross split dan saat ini diskusi masih berlangsung serta masih di analisa," terang Marjolijn.
Karena alasan masih didiskusikan, Marjolijn belum bisa membeberkan untung dan rugi skema gross split ini. Ia menegaskan, IPA bekerja sama dengan pemerintah agar memperoleh suatu model gross split yang baik, untuk pemerintah maupun investor.
Namun berdasarkan kajian awal, skema gross split dianggap akan merugikan KKKS karena return of invesment (RoI) KKKS yang ditanamkan tidak bisa kembali dalam waktu singkat. "Itu tergantung model commercial yang akan diterapkan, dan hal tersebut yang sedang kami diskusikan saat ini dengan pemerintah," urainya.
Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro menilai, jika memakai cost recovery maka RoI bisa kembali dalam lima tahun investasi atau bisa lebih cepat, karena ada kepastian biaya ditanggung pemerintah. "Sedangkan gross split tidak," kata dia.
Yang menjadi ketakutan juga, karena skema gross split ini diserahkan 100% ke KKKS. Menurut Komaidi, KKKS berhak menentukan teknologi yang dibawa oleh perusahaan yang terintegrasi di luar negeri.
Diperkirakan, KKKS akan takut memakai TKDN karena tidak efisien dan rugi. "Mereka sepertinya akan ketakutan sendiri. Semakin tidak efisien, maka semakin mereka dirugikan. Kalau kondisi seperti ini, maka akan terjadi disinsentif," ujar Komaidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News