Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta tanggung jawab PT Koba Tin untuk segera menyelesaikan pembangunan reklamasi di wilayah pertambangan timah seluas 41.000 Hektare (Ha) di Bangka Belitung.
Pasalnya, jika reklamasi tersebut belum selesai maka wilayah tambang tersebut belum bisa kembali menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
Seperti diketahui, Koba Tin memang tidak beraktivitas lagi karena Izin Usaha Pertambangan (IUP) mereka tidak diperpanjang namun badan hukum perusahaan tersebut masih ada dan berlaku.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian ESDM, Adhi Wibowo mengatakan, dengan masih aktifnya badan hukum perusahaan, maka Koba Tin memiliki kewajiban yang harus dipenuhi, sepertikegiatan pascatambang dan menyelesaikan hak-hak tertinggal.
"Kegiatan pascatambang dan hak tertinggal ini yang selalu didesak, pihak perusahaan wajib memenuhinya karena manajemen perusahaan masih aktif," ujarnya, di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Kamis (17/9).
Lantaran badan hukumnya masih ada dan berlaku, perusahaan juga masih memiliki sejumlah aset. Manajemen berhak menjual aset mereka atas persetujuan Kementerian ESDM. Namun, Adhi tidak mengingat detil berapa nilai aset Koba Tin.
"Asetnya dijual dulu untuk bayar kewajiban reklamasi, walaupun cadangan mineralnya masih ada. Perusahaan masih ada ya kita kejar dulu (pembangunan reklamasinya)," tuturnya.
Kementerian ESDM memberikan opsi kepada Koba Tin, jika ingin memenuhi kewajibannya menyelesaikan reklamasi. Salah satunya adalah harus ada jaminan reklamasi pasca tambang agar pemerintah bisa menunjuk pengelola wilayah tersebut kepada yang lain. "Itu salah satu opsinya," terangnya.
Digarap penambang liar
Sayangnya, Kementerian ESDM belum bisa menargetkan kapan reklamasi tersebut bisa diselesaikan. Makanya, saat ini wilayah pertambangan eks Koba Tin juga belum ada pengelola pasca PT Timah Tbk hengkang dari wilayah tersebut.
Dengan berlarutnya proses reklamasi ini membuat wilayah tambang tak beroperasi. Penambang liar, kata Adhi, mengangap bahwa lahan sudah tidak bertuan.
"Secepatnya harus selesai, karena rakyat sudah menganggap wilayah tambang tersebut tidak bertuan. Bahayanya diserbu penambang liar. Kita ingin cepat selesai. Sehingga bisa dinyatakan kembali Wilayah Pencadangan Negara (WPN)," jelasnya.
Lebih lanjut Adhi menambahkan, setelah menjadi WPN, sesuai dengan aturan Undang-Undnag No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara, wilayah pertambangan tersebut akan ditawarkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Memang Pemdanya ada yang mau tapi aturannya harus diselesaikan dulu kewajibannya Koba Tin, sehingga bisa kembali dulu ke negara," tandasnnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News