kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

ESDM: Pengolahan slag sisa Smelter masih terkendala regulasi limbah B3


Senin, 17 Juni 2019 / 12:04 WIB
ESDM: Pengolahan slag sisa Smelter masih terkendala regulasi limbah B3


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah ingin mendorong pemanfaatan terak atau ampas bijih (slag) dari hasil pengolahan pabrik pemurnian logam mineral (smelter). Namun, upaya tersebut masih terkendala regulasi yang mengkategorikan slag sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menyampaikan, dari kegiatan pengolahan dan pemurnian komoditas nikel saja, saat ini tercatat ada sekitar 17 juta ton slag.

Jumlah tersebut dihasilkan dari smelter dalam negeri, antara lain PT Antam Tbk., PT MSP, IMIP Group, Vitue Dragon, dan PT Vale Indonesia. "Namun hanya 10% saja yang telah dimanfaatkan untuk aplikasi kontruksi," kata Yunus kepada Kontan.co.id, Minggu (16/6).

Yunus mengatakan, hal tersebut lantaran slag sebagai produk samping yang dihasilkan dari peleburan logam dikategorikan sebagai limbah B3. Sehingga, untuk dapat memanfaatkannya memerlukan sejumlah perizinan, yaitu izin pengelolaan, penempatan, penimbunan dan pemanfaatan.

Selain itu, dalam pelaksanaannya juga memerlukan rangkaian uji karakteristik B3 pada laboratorium yang ketersediaannya masih terbatas. Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.

Atas dasar hal tersebut, sambung Yunus, Kementerian Koordinator Perekonomiaan telah mengadakan rapat koordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 21 Mei 2019 lalu.

Dari hasil rapat koordinasi tersebut, Yunus mengatakan bahwa regulasi yang dinilai menghambat akan dievaluasi dan hasilnya ditargetkan selesai sebulan sejak rapat dilakukan. Setelah itu, imbuhnya, KLHK akan melakukan evaluasi terhadap kategorisasi slag dalam limbah B3, atau akan dipertegas melalui regulasi khusus.

"Kita harapkan supaya (slag) tidak jadi limbah B3, sama seperti negara lain. Lalu bisa dimanfaatkan dengan cepat agar tidak numpuk," ungkap Yunus.

Yunus pun memberikan perbandingan, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Korea serta sejumlah negara di Eropa, slag sudah diolah dan dimanfaatkan sebagai material. Seperti untuk konstruksi, industri semen, dan tanggul.

Yunus bilang, pada tahun 1920 Amerika Serikat pernah mengkategorikan slag dari pembuatan baja sebagai limbah B3. Namun, dengan rangkaian pengujian yang terstandar, slag dinyatakan bukan limbah B3.

Selain itu, sesuai dengan Subtitle C of Resource Conservation and Recovery Act, terdapat 20 jenis limbah industri pengolahan dan pemurnian mineral yang tidak dikategorikan limbah B3. Antara lain slag dari pengolahan tembaga, seng dan iron blast furnace.

Yunus menilai, pemanfaatan slag sangat penting, mengingat volume mineral yang diolah akan terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah smelter yang akan beroperasi. "Sekarang ini slag hanya ditumpuk saja. Nanti (setelah ada perubahan regulasi) masing-masing perusahaan bisa mengolah," ujar Yunus.

Sebagai informasi, saat ini smelter eksisting yang berlabel Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) dari Kementerian ESDM berjumlah 20. Rincianya, 13 diantaranya adalah smelter nikel, dua smelter komoditas tembaga, dua smelter bauksit, dua smelter besi, dan satu smelter mangan.

Jika digabungkan dengan smelter berlabel Izin Usaha Industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian, maka eksisting saat ini berjumlah 27 smelter. Pada tahun ini, rencananya akan ada tambahan tiga smelter IUP OPK. Sedangkan hingga tahun 2022, ditargetkan akan ada 60 smelter dari IUP OPK yang sudah beroperasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×