Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memastikan bahwa penundaan implementasi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 26 Tahun 2021 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang mengatur pemanfaatan PLTS atap bukan dilakukan untuk membatalkan ataupun meninjau ulang aturan tersebut.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, pelaksanaan Permen No. 26 Tahun 2021 ditunda sementara untuk memastikan dampak penerapan beleid tersebut terhadap subsidi dan kompensasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Proses ini sekarang dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian, dan untuk selanjutnya akan disampaikan kepada Presiden melalui Setkab. Jadi bukan dibatalkan atau ditinjau ulang,” ujar Dadan saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (17/1).
Baca Juga: Bauran EBT Capai 11,5% di Akhir 2021, Masih di Bawah Target RUEN
Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 sudah terbit sejak tahun 2021 lalu. Aturan ini memuat sejumlah ketentuan pengaturan baru. Permen No. 26 Tahun 2021 diterbitkan untuk merevisi aturan sebelumnya, yakni Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Secara terperinci, beberapa ketentuan baru tersebut meliputi; (1)ketentuan ekspor listrik dari semula 65% menjadi 100% dan perpanjangan penihilan dari semula 3 bulan menjadi 6 bulan, (2) mekanisme pelayanan berbasis aplikasi, (3) pelanggan PLTS Atap dan pemegang izin untuk melakukan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon, (4) perluasan tidak hanya pelanggan PLN saja tetapi pelanggan di wilayah usaha non PLN, (5) adanya pusat pengaduan sistem PLTS Atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas implementasi PLTS Atap.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menilai bahwa perubahan net metering dari 65% di Permen 49 Tahun 2018 menjadi 100% di Permen 26 Tahun 2021 berpotensi meningkatkan minat masyarakat untuk memasang PLTS Atap.
“Dengan perubahan ini, keekonomian PLTS atap untuk residensial membaik, payback yang awalnya di atas 10 tahun jadi 7-8 tahun. Penghematan konsumsi listrik PLN sekitar 20-30%, tergantung kapasitas & pola beban,” terang Fabby saat dihubungi Kontan.co.id (17/1).
Baca Juga: Konsumsi Listrik di 2022 Diproyeksian Tumbuh Menjadi 1.268 kWh Per Kapita
Menurut Fabby, penundaan implementasi Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 bisa jadi terjadi lantaran terganjal oleh ketentuan Perpres No. 68 Tahun 2021 mengenai Persetujuan Presiden terhadap Produk Peraturan menteri. Dugaan Fabby, persetujuan tersebut belum keluar karena masih ada resistensi dari Kementerian Keuangan yang bisa jadi berpandangan bahwa ketentuan net metering dalam permen tersebut akan menurunkan pendapatan PLN.
Padahal, dalam hitungan Fabby, ketentuan net metering menjadi 100% tidak merugikan PLN, sebab PLN bisa menjual listrik PLTS atap yang masuk ke dalam jaringannya ke pelanggan lain.
“Di luar Jawa-Bali, listrik dari PLTS Atap harganya lebih murah dari BPP (biaya pokok produksi) setempat. Populasi PLTS Atap yang besar seharusnya menguntungkan PLN,” imbuh Fabby.
Baca Juga: Masih Kawal Aspek Legal, Kementerian BUMN Berencana Bubarkan PT PLN Batubara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News