Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan pencampuran etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) bukan hal baru dalam praktik internasional. Sejumlah negara besar, seperti Brasil dan Amerika Serikat, telah menggunakan etanol sebagai campuran bensin.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaiman mengatakan, penggunaan etanol justru dapat meningkatkan kualitas bensin, terutama dari sisi angka oktan.
“Etanol itu di internasional sudah banyak yang pakai sebenarnya. Jadi tidak mengganggu performa bahkan bagus dengan menggunakan etanol itu,” kata Laode di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/10).
Baca Juga: Kementerian ESDM Rancang Skema Baru Pengadaan BBM untuk SPBU Swasta
Sebagai gambaran, Brasil sejak 1970-an mewajibkan pencampuran etanol ke bensin. Hampir semua SPBU di Brasil menjual gasoline-etanol blend dengan kadar etanol 18–27,5% (disebut gasolina C). Bahkan, kendaraan flex-fuel di negara tersebut bisa menggunakan etanol murni (E100).
Sementara di Amerika Serikat, hampir seluruh SPBU menyediakan BBM dengan campuran 10% etanol (E10). Selain itu, terdapat variasi lain seperti E15 (15 persen etanol) dan E85 (hingga 85 persen etanol) untuk kendaraan khusus flex-fuel.
“Kalau di Amerika saja Shell juga sudah pakai etanol. Di Amerika sendiri mereka bensinnya pake etanol. Saya bisa kasih lihat bukti-bukti itu,” tegas Laode.
Berdasarkan catatan Kontan, rencana penjualan bahan bakar minyak (BBM) Pertamina Patra Niaga kepada jaringan SPBU swasta mandek. Tiga pemain besar, yakni Vivo, BP-AKR, dan Shell, kompak masih belum menemukan kesepakatan untuk pembelian base fuel dari perusahaan pelat merah itu.
Padahal, Pertamina sudah menyiapkan pasokan sebesar 100.000 barel untuk memenuhi kebutuhan distribusi swasta. Bahkan, Vivo sempat sepakat membeli 40.000 barel base fuel pada 26 September 2025. Namun, kesepakatan itu tiba-tiba dibatalkan.
“Vivo membatalkan untuk melanjutkan. Setelah setuju [membeli] 40.000 barel, akhirnya tidak disepakati,” kata Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (1/10).
Achmad menjelaskan, pembatalan tersebut bukan karena kualitas produk, melainkan faktor kandungan. Hasil uji laboratorium pada kargo MT Sakura dengan volume 100.000 barel RON 92 menunjukkan adanya etanol sebesar 3,5%.
Kandungan itu sejatinya masih aman, karena pemerintah mengizinkan hingga 20%. Namun, Vivo dan Aneka Petroindo Raya (APR) yang merupakan joint venture antara BP dan AKR Corporindo Tbk, memilih mundur lantaran komposisi tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi produk mereka.
Sementara itu, Shell mundur dengan alasan berbeda. Perusahaan asal Inggris tersebut disebut terbentur urusan birokrasi internal sehingga tidak bisa meneruskan negosiasi.
Baca Juga: Pasokan BBM Swasta Akan Lebih Terjamin? Ini Rencana Kementerian ESDM
Selanjutnya: Ancaman Retaliasi AS Hambat Indonesia Pungut Pajak Google Hingga Netflix
Menarik Dibaca: 7 Ide Kencan Romantis dan Anti Mainstream Bareng Pasangan, Coba Nonton Konser
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News