kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ESDM tantang pemegang KK tempuh jalur arbitrase


Senin, 03 Februari 2014 / 20:23 WIB
ESDM tantang pemegang KK tempuh jalur arbitrase
ILUSTRASI. Cuaca besok Rabu (14/9) di Jawa dan Bali dari BMKG cerah hingga hujan ringan. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempersilakan PT Newmont Nusa Tenggara untuk menempuh jalur hukum ke Badan Arbitrase Nasional menyoal penarikan pungutan bea keluar sebesar 25%.

Hingga saat ini, rencana produksi perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat pada 2014 ini juga masih belum disetujui pemerintah karena belum adanya kesepakatan bea keluar.

Dede Ida Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM mengatakan, pungutan bea keluar harus dipenuhi perusahaan tambang yang belum mampu menggelar kegiatan pemurnian di dalam negeri.

"Silakan saja Newmont mengadukan ke Arbitrase, justru kami senang kan prosesnya bisa cepat," kata dia di kantornya, Senin (3/2).

Seperti diketahui, PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia masih diperkenankan ekspor konsentrat tembaha hingga 2017 depan meskipun dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara memberikan batas waktu kewajiban pemurnian hanya sampai 12 Januari silam.

Namun, meskipun telah diberikan kelonggaran kedua perusahaan tersebut tetap menolak pungutan bea ekspor sebesar 25% dari harga patokan ekspor (HPE) yang ditetapkan pemerintah.

Kedua perusahaan tersebut menolak pungutan bea ekspor dengan alasan kewajiban tersebut tidak ada dalam klausul kontrak karya (KK) yang ditandatangani sebelumnya bersama pemerintahan era Orde Baru. "Bea keluar tetap akan kami kenakan kepada Newmont dan Freeport dan akan kami tegaskan dalam rencana kerja dan belanja anggaran (RKAB) masing-masing perusahaan," kata Dede.

Dia menegaskan, landasan isi kontrak tidak kuat untuk penolakan bea ekspor. Pasalnya, KK tersebut dibuat berdasarkan UU Nomor 11/1967, dan sekarang UU tersebut sudah digantikan fungsinya dengan UU Minerba. Bahkan, pihaknya optimistis akan menang jika perkara ini dibawa ke Arbitrase.

Newmont tolak pungutan bea ekspor

Penolakan Newmont dan Freeport terhadap bea ekspor cukup tampak dengan alotnya pembahasan RKAB tahun 2014 milik masing-masing perusahaan.

Sejak digelar pembahasannya pada pertengahan Januari silam, hingga sekarang rencana produksi maupun rencana belanja modal kedua perusahaan masih belum ditetapkan pemerintah.

Newmont Mining Corporation, induk perusahaan PT Newmont Nusa Tenggara secara tegas menolak pungutan bea keluar. Hingga sekarang ini, perusahaan tersebut terus berupaya mempertanyakan kebijakan tersebut kepada Pemerintah Indonesia.

Blake Rhodes, Senior Vice President of Newmont Indonesia mengatakan, dalam KK sudah dijelaskan hak bagi Newmont dalam menggelar produksi maupun kegiatan ekspor dari hasil tambang konsentrat tembaga di Batu Hijau.

"KK juga telah menyebutkan secara eksplisit mengenai kewajiban Newmont mengani jenis dan retribusi pajak yang seluruhnya sudah dipenuhi perusahaan," kata dia dalam keterangan persnya.

Dia menegaskan, sepanjang periode Januari hingga Maret 2014 ini, Newmont tidak akan menggelar kegiatan ekspor sebelum adanya kejelasan dari pemerintah menyoal punguatan bea ekspor.

Bahkan, pihaknya juga tidak menutup kemungkinan untuk menempuh jalur hukum manakala pembahasan ini tidak menemui jalan keluar.

Selain Newmont, Freeport McMoran, induk PT Freeport Indonesia juga tengah menggelar berbagai pertemuan dengan pemerintah. Mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, hingga Kementerian Keuangan. Perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat ini juga mempertanyakan kewajiban membayar bea keluar sebesar 25%.

Asal tahu saja, jumlah ekspor konsentrat Newmont dan Freeport mencapai 2 juta ton per tahun. Dengan asumsi rata-rata HPE pada 2013 sebesar US$ 2.165 per ton dan pungutan bea ekspor 25%, maka jumlah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari kedua perusahaan tersebut bisa mencapai US$ 1,08 miliar per tahun. Bahkan jumlah tersebut bisa berlipat karena bea keluar akan meningkat hingga 60% pada 2016 depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×