kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.239.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.580   -32,00   -0,19%
  • IDX 8.118   47,22   0,59%
  • KOMPAS100 1.119   4,03   0,36%
  • LQ45 785   1,90   0,24%
  • ISSI 286   2,08   0,73%
  • IDX30 412   0,93   0,23%
  • IDXHIDIV20 467   0,39   0,08%
  • IDX80 123   0,45   0,36%
  • IDXV30 133   0,76   0,57%
  • IDXQ30 130   0,07   0,05%

Etanol 3,5% di BBM: Pakar ITB Ungkap Dampak pada Mesin


Sabtu, 04 Oktober 2025 / 22:28 WIB
Etanol 3,5% di BBM: Pakar ITB Ungkap Dampak pada Mesin
ILUSTRASI. Petugas SPBU membersihkan mesin pengisian BBM di SPBU Shell, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah terus memantau situasi di lapangan, termasuk potensi dampak terhadap tenaga kerja, agar kelangkaan di sejumlah SPBU swasta dapat segera diatasi melalui koordinasi dan pasokan bersama Pertamina. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar di Indonesia terus menjadi perbincangan.

Meski di banyak negara maju hal ini sudah lumrah, penerapannya di Tanah Air masih menyisakan pro dan kontra.

Belum lama ini, para Badan Usaha penyedia BBM swasta, seperti Vivo dan BP, batal membeli base fuel dari Pertamina karena adanya kandungan etanol 3,5 persen pada base fuel tersebut.

Baca Juga: ESDM Sebut Brasil dan Amerika Gunakan BBM dengan Kandungan Etanol

Sementara pihak Shell, mengaku masih dalam tahap negosiasi dan pembahasan, belum mengambil keputusan.

"Mereka itu kan SPBU, SPBU itu kan jual bahan bakar yang ditambahkan aditif. Namanya, deposit control additive, untuk menjaga kebersihan mesin," ujar Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga pakar bahan bakar dan pelumas, Tri Yuswidjajanto, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.

"Sehingga, mereka ada yang mengeklaim bahwa bahan bakarnya bisa menjaga kebersihan mesin hingga 80 persen atau berapa pun. Nah, kalau bahan bakar itu mengandung etanol, maka aditif itu butuh lebih banyak. Itu akan berpengaruh terhadap biaya produksi," kata Yuswidjajanto.

Yuswidjajanto menambahkan, jika harga jualnya tidak diubah atau dinaikkan, berarti bisa menggerus margin.

Tapi, menurutnya, sikap yang diambil oleh para Badan Usaha penyedia BBM swasta tersebut hanyalah alasan agar ditambahkan kuota impornya.

"Tapi, kan sebelumnya sudah ditawarkan. Oke, kita (pemerintah) kasih kuota impor lagi, tapi kalian (penyedia BBM swasta) jangan cuma jualan di kota besar di Jawa. Jual di luar Jawa, karena di luar Jawa itu distribusi bahan bakarnya belum rata," kata Yuswidjajanto.

Baca Juga: Pertamina Klaim Penggunaan Etanol pada BBM Adalah Praktik Internasional Energi Hijau

"Kebutuhannya tinggi, sehingga di SPBU itu antreannya mengular. Sebenarnya, walaupun base fuel-nya menggunakan etanol, kinerjanya mau diperbaiki. Bisa, perbaiki saja pakai aditif," ujar Yuswidjajanto.

Yuswidjajanto mengatakan, dengan ditambahkan aditif, karena nilai kalor dari etanol hanya sekitar 67 persen dari volume bensin, jadi pasti dengan pencampuran 3,5 persen akan lebih boros sedikit.

Meski begitu, menurut Yuswidjajanto, masalah etanol bukanlah sesuatu yang tak bisa diatasi.

Selama penambahan aditif dilakukan secara tepat, dampaknya terhadap mesin maupun konsumsi bahan bakar bisa diminimalisir.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Etanol di BBM: Penjelasan Pakar, Dampak ke Mesin, dan Biaya Produksi", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2025/10/04/170100715/etanol-di-bbm--penjelasan-pakar-dampak-ke-mesin-dan-biaya-produksi  

Selanjutnya: Gelombang Demonstrasi Pro-Palestina Guncang Italia, Massa Tumpah Ruah di Roma

Menarik Dibaca: Khasiat Minum Teh Hijau untuk Diet yang Sayang untuk Dilewatkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×