Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Evaluasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) masih terus dilakukan oleh pemerintah. Proses evaluasi ini dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, SKK Migas, dan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan, sejumlah kementerian dan lembaga telah menyerahkan hasil evaluasi namun masih ada sejumlah data yang harus dilengkapi.
Kementerian Perindustrian dan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan disebut telah melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan HGBT terhadap industri Pengguna Gas Bumi Tertentu yang telah mendapatkan penetapan HGBT dan bidang penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum.
Adapun, Kementerian Perindustrian telah menyampaikan data evaluasi pelaksanaan kebijakan HGBT melalui Surat Direktur Jenderal IKFT Nomor B/471/IKFT/IND/VIII/2021 tanggal 16 Agustus 2023, namun belum disertai dengan hasil evaluasi multiplier effect (nilai tambah yang terkuantifikasi) setiap industri Pengguna Gas Bumi Tertentu yang telah mendapatkan penetapan HGBT.
Baca Juga: PGN Pastikan Pasokan Gas Bumi Aman Selama Idul Fitri 1445 H
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan telah menyampaikan evaluasi implementasi HGBT di bidang penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum melalui surat Nomor B-2506/TL.04/DJL.3/2023 tanggal 11 Agustus 2023, namun belum disertai dengan hasil evaluasi atas implikasinya terkait penerimaan perpajakan.
Tutuka mengungkapkan, dalam realisasinya penyerapan oleh Pengguna Gas Bumi Tertentu Bidang Industri Pupuk yang belum maksimal seperti di bidang pupuk.
"Dalam lima tahun terakhir ada kecenderungan penurunan volume realisasi HGBT untuk industri walaupun tidak begitu besar. Tidak optimalnya serapan volume oleh Pengguna Gas Bumi Tertentu khususnya Bidang Industri Pupuk antara lain disebabkan maintenance dan kendala operasi pabrik serta keterbatasan kemampuan pasokan hulu migas yang dikelola SKK Migas dalam hal ini dan adanya maintenance di sisi Hulu dan ketiga Kepmen 91 yang berlaku," ungkap Tutuka Dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (3/4).
Namun demikian, Tutuka menjelaskan ke depan industri pupuk akan memerlukan kebutuhan gas yang besar yang tentunya perlu dipersiapkan.
"Melihat proyeksi kebutuhan gas untuk pupuk yang dikeluarkan oleh Group PT Pupuk Indonesia akan terjadi peningkatan kebutuhan PT Pupuk Indonesia dari 820 MMSCFD menjadi sekitar 1.076 MMSCFD per hari pada tahun 2030, hal ini memerlukan koordinasi dan keseriusan semua pihak agar dapat memastikan tersedianya kebutuhan gas oleh produsen gas nasional," jelas Tutuka.
Baca Juga: Ini Upaya Pertamina Antisipasi Kenaikan Konsumsi BBM Saat Mudik Lebaran
Pada tahun 2022, subsidi pupuk secara total sebesar Rp 27,55 triliun. Angka ini menurun 16,12% dibandingkan tahun 2019 atau menurun 9,37% dibandingkan tahun 2020. Namun, jika dibandingkan dengan tahun 2021, subsidi pupuk pada tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar 2,77%.
"Dari 7 sektor industri Pengguna Gas Bumi Tertentu, bidang industri pupuk merupakan sektor industri yang menggunakan input gas bumi paling besar (58,48%) di dalam biaya produksinya. Kebijakan HGBT terbukti memberikan dampak positif bagi peningkatan produksi, penjualan, pajak dan dalam penyerapan gas," pungkas Tutuka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News