kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Faktor tenaga kerja perlu diperhitungkan dalam penentuan kebijakan tarif CHT


Jumat, 26 November 2021 / 11:53 WIB
Faktor tenaga kerja perlu diperhitungkan dalam penentuan kebijakan tarif CHT
ILUSTRASI. Rokok.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dinilai perlu memperhatikan faktor tenaga kerja dalam menentukan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk 2022.

Pasalnya, Industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu industri yang menyerap banyak tenaga kerja mulai dari buruh pabrik, petani tembakau, dan pedagang kecil. Oleh karena itu, sektor ini dinilai strategis dan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam ekonomi.

Pemerintah mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor IHT sebanyak 5,98 juta orang pada 2019. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 6 juta orang dalam dua tahun terakhir.

Sementara berdasarkan data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor IHT per 2019 sebanyak 5,98  juta  orang. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 6 juta orang dalam dua tahun terakhir.

Baca Juga: Kemenkeu targetkan penerimaan cukai rokok 2022 capai Rp 18,96 triliun

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (RTMM-SPSI) Sudarto mengatakan jumlah serapan tenaga kerja IHT yang sangat besar itu.

“Anggota RTMM SPSI paling besar atau sekitar 60% adalah pekerja IHT, khususnya pekerja di sigaret kretek tangan (SKT) yang menggantungkan hidup pada industri tembakau,” katanya dalam keterangan resminya, Jumat (26/11).

Dalam catatan Kementerian Keuangan, cukai hasil tembakau (CHT) menyumbang penerimaan negara dengan kontribusi mencapai 97% dari total penerimaan cukai. CHT menjadi sumber penerimaan negara terbesar dari sektor cukai yakni mencapai Rp 170,2 triliun per 2020.

Menurut Sudarto, hal ini menunjukkan bahwa IHT sangat strategis dalam menunjang perekonomian nasional karena mengatasi pengangguran serta menopang anggaran.

Selain kontribusi yang besar, tembakau merupakan komoditas lokal dengan daya saing yang kuat sehingga industrinya perlu dijaga.

Dia bilang, salah satu industri yang berhasil mempertahankan tenaga kerjanya di selama pandemi Covid-19 adalah IHT. Tenaga kerja IHT juga sebagian besar sudah mengikuti program vaksinasi demi mendukung produktivitas sehingga proses pemulihan ekonomi nasional makin cepat terjadi.

“Itulah sebabnya kami selalu menyampaikan aspirasi terkait kelangsungan hidup maupun penghasilan dari anggota kami di sektor IHT, seperti baru-baru ini kami bertemu dengan pihak Kementerian Tenaga Kerja untuk,” ujarnya.

Baca Juga: Kurangi ketergantungan pada cukai rokok, pemerintah akan tambah barang kena cukai

Sudarto mengatakan, saat ini para tenaga kerja IHT tengah was-was terkait kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) 2022. Ketidakpastian akan kebijakan cukai khususnya tentang adanya rencana kenaikan tarif CHT dinilainya membuat para pekerja bingung dan resah.

Oleh karena itu, asosiasi ini mengharapkan ada kepastian akan hal ini, khususnya industri padat kerja ini perlu dipertimbangkan.

Sudarto mengatakan, Kemenaker menunjukkan dukungan penuh, salah satunya lewat korespondesi antar kementerian demi melindungi para tenaga kerja IHT ini.

“Kemenaker khususnya sangat peduli dengan pekerja rokok, yang harapannya juga sama seperti kami yakni agar kepastian kerja dan penghasilannya terjamin. Kemenaker mendukung sepenuhnya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×