Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan fleksibilitas pembelian gabah/beras Perum Bulog menjadi sebesar 20%.
Meski begitu, pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santoso mengatakan, adanya fleksibilitas yang semakin tinggi ini tidak akan berpengaruh besar pada petani.
“Pengaruhnya tidak akan signifikan karena yang dibutuhkan justru Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang relatif memadai ketika panen raya,” ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Senin (12/2).
Menurut Dwi, filosofi penetapan HPP ditujukan untuk melindungi petani ketika harga gabah anjlok saat panen raya. Karena itu, meski terdapat fleksibilitas hingga 20% namun HPP untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani tetap Rp 3.700 per kg.
Dwi menambahkan, biasanya petani menjual gabahnya kepada pengepul atau tengkulak. Hal ini karena petani tidak memiliki kapasitas penyimpanan serta pengeringan yang memadai.
Sementara, pemerintah pun memiliki keterbatasan dalam menyerap seluruh gabah petani. “Menyerap 10% dari total produksi saja, sudah luar biasa,” ujarnya.
Dia pun mengatakan, HPP yang telah diterapkan pemerintah tersebut menjadi patokan tengkulak dan pengepul dalam menyerap gabah. Sementara bila harga HPP tinggi, akan lebih berpengaruh pada kesejahteraan petani.
Lebih lanjut Dwi mengatakan, sebaiknya pemerintah menetapkan HPP yang rasional. Dia bilang, seharusnya HPP gabah saat ini minimal Rp 4.300 per kg, lantaran ongkos produksi untuk 1 kg gabah di tingkat petani sudah mencapai Rp 4.286 per kg.
Di lain sisi, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan adanya peningkatan fleksibilitas ini lantaran harga gabah/beras yang belum menurun. Sementara, Dwi berpendapat pemerintah seharusnya tidak ikut panik ketika adanya kesulitan membeli gabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News