Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Setelah tak kunjung ada titik temu, renegosiasi Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia mulai tampak berhasil. Yang terbaru adalah Freeport setuju melepas atau mendivestasi 30% sahamnya.
Kesepakatan ini terbilang mengejutkan. Pasalnya, sebelumnya, poin ini merupakan poin paling alot dalam renegosiasi kontrak karya dengan Freeport. Freeport hanya ingin melepas 20% sahamnya, namun, pemerintah tetap keukeh meminta 30% saham yang harus didevestasikan. Rencananya, kesepakatan ini akan segera diikat dengan perpanjian baru dalam waktu dekat.
Adalah rapat maraton yang digelar sejak Selasa (3/6) lalu dengan Direktur Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto serta dihadiri Chief Executive Officer Freeport McMoran Copper & Gold Inc Richard C Adkerson menjadi awal dicapainya kesepakatan ini.
Direktur Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, berdasarkan acuan revisi perjanjian, Freeport harus melepaskan sahamnya setelah menandatangi kontrak baru, atau setelah tahun 2021. "Tahap awal melepas 20% saham di tahun pertama," kata Sukhyar. Tahapnya selanjutnya, secara bertahap, Freeport harus memenuhi kewajiban divestasi saham hingga genap 30%.
Adapun mekanisme divestasi saham ini akan diberlaku seperti halnya kontrak karya pertambangan yang lain. Tahap pertama Freeport wajib menawarkan pelepasan saham ke pemerintah pusat.
Jika pemerintah pusat tidak berminat, penawaran harus dilanjutkan kepada pemerintah daerah. Demikian seterusnya hingga kepada BUMN dan terakhir ke BUMD. Adapun mengenai acuan harga jual saham, akan dihitung berdasarkan replacement cost atawa harga wajar sebagai pengganti investasi yang telah dikeluarkan PT Freeport.
CEO Freeport McMoran, Richard C Adkerson bilang poin renegosiasi, utamanya soal divestasi sudah selesai. "Itu sudah selesai, tinggal bahasa hukum saja," kata dia. Dengan sepakatnya poin ini, total ada enam poin yang sudah disepakati oleh perusahaan tambang ini (lihat tabel).
Untuk memuluskan kesepakatan divestasi saham itu, pemerintah akan merevisi PP Nomor 24/2012 tentang perubahan PP Nomor 23/2010 terkait Kegiatan Usaha Penambangan. Isi revisi adalah mengatur detail atas perusahaan asing dalam kewajiban divestasi.
Berbeda dengan aturan yang hingga kini berlaku yang hanya mengatur kewajiban divestasi 51% perusahaan tambang milik asing, revisi PP yang kini ada di meja Presiden membedakan tiga jenis perusahaan tambang.
Pertama, perusahaan milik asing yang hanya mengelola areal tambang. Kedua, pemodal asing yang memiliki areal tambang sekaligus mengoperasikan pabrik pemurnian (smelter) atau terintegrasi. Terakhir tentang investor asing yang mengoperasikan tambang dengan metode tambang bawah tanah (underground).
Rencananya revisi PP ini akan memberikan perlakuan khusus bagi pemilik tambang asing yang mengintegrasikan usahanya dengan kewajiban divestasi hanya 40%. Sedanginvestor asing yang mengoperasikan tambang underground kewajiban divestasinya hanya 30%.
Perusahaan yang bakal mendapatkan perlakuan khusus, selain Freeport adalah PT Vale Indonesia dan PT Weda Bay Nickel yang mengintegrasikan tambang dan smelter.
Hasil Renegosiasi Pemerintah dan Freeport | ||
Klausul | strong>Sebelumnya | strong>Kesepakatan |
1. Luas Lahan | 212.950 ha | 125.000 ha |
2. Pembangunan smelter | Tak bersedia | Bersedia bersama Newmont |
3. Divestasi Saham | 20% | 30% |
4. Perpanjangan Kontrak | 2021 | 2041 |
5. Pemenuhan kandungan lokal | 100% | 100% |
6. Royalti | 1% | 3,75% |
Sumber: Wawancara dan Kementerian ESDM |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News