Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Komnas HAM meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) segera bertanggung jawab atas penyelesaian sengketa tanah hak ulayat Suku Amungme yang sampai saat ini belum juga terpenuhi. Juga, Freeport diminta agar melibatkan tujuh suku lain dalam mempekerjakan karyawan.
Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas Ham, Natalius Pigai menyatakan, sejak tahun 2014 Komnas HAM melakukan pemantauan dan penyelidikan untuk membenarkan apakah pemerintah dan Freeport pernah melakukan transaksi jual beli atas tanah yang dimiliki oleh warga Amungme di wilayah Amungsa. Ini area tambang yang di pakai Freeport saat ini.
"Kalau pernah, berapa nilainya, siapa notarisnya, dan hasilnya ini kami sampaikan kepada Menteri ESDM, Kementerian Agraria, dan kami minta bukti otentik transaksi jual beli," terangnya di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (7/3).
Sayangnya Natalius tidak bisa membeberkan berapa nilai hak ulayat tersebut. Ia hanya bilang, hak ulayat tersebut belum diberikan Freeport. Artinya, sampai saat ini telah terjadi perampasan hak atas masyarakat asli Papua berupa tanah secara sewenang-wenang.
"Baik oleh pemerintah atau Freeport, sehingga harus ada kompensasi baik berupa uang atau berupa saham dalam pengelolaan Freeport di masa yang akan datang," ungkapnya.
Komnas HAM sangat perhatian terhadap keterlibatan masyarakat lokal yang terdampak di Mimika, terutama posisi mereka dalam perundingan ini. "Kami ingin masyarakat lokal menjadi subyek utama dalam pengelolaan Freeport di masa yang akan datang apakah melalui kontrak karya menjadi IUPK," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News