Reporter: Petrus Dabu | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Rencana penerapan Bea Keluar (BK) untuk ekspor mineral yang akan diterbitkan pemerintah, ternyata tidak bisa berlaku bagi perusahaan pertambangan pemegang Kontrak Karya seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.
Alasannya, Kontrak Karya bersifat nail down alias tidak terikat pada peraturan baru yang muncul di kemudian hari setelah kontrak tersebut diteken. Agar ketentuan BK bisa berlaku bagi perusahaan pemegang Kontrak Karya, maka pemerintah harus bernegosiasi ulang dengan perusahaan pemegang Kontrak Karya itu.
“Kalau Kontrak Karya itukan masih nail down, masih terikat, makanya nanti kami ingin renegosiasi kontrak. Ini menjadi sasaran kami, harusnya bisa ikut peraturan sekarang (prevailing law),” ujar Thamrin Sihite, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM) kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/4).
Thamrin mengatakan, mestinya semua kontrak pertambangan harus bersifat prevailing law. “Jika ada aturan Bea Keluar, maka otomatis dia masuk ke skema aturan baru itu,” ujar Thamrin.
Namun, karena Kontrak Karya bersifat nail down, maka kekuasaan negara atas sumber daya alam terbatas. “Sekarang Freeport dan Newmont kita kenakan ini (BK) tidak bisa sama sekali, karena ada Kontrak Karya yang sudah patokannya,” jelas Thamrin.
Maka itu, Thamrin mengaku akan berusaha melakukan renegosiasi Kontrak Karya tersebut dengan Freeport maupun dengan Newmont. “Mereka (Freeport dan Newmont) sudah mau, tetapi namanya juga renegosiasi pasti susah, dia (Freeport dan Newmont) katanya harus ke kantor pusatnya dulu, dan seterusnya,” terang Thamrin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News