Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengatakan, akan ada tambahan investor luar negeri yang mendukung ekosistem baterai electric vehicle (EV) di Indonesia. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, perusahaan baterai asal Inggris, Britishvolt siap berinvestasi dan masuk dalam ekosistem EV di Indonesia.
Dia menyebut, saat ini proses perizinan Britishvolt tengah masuk dalam tahap finalisasi.
"Britishvolt dari Inggris akan masuk ekosistem EV baterai, untuk lokasi (pembangunan pabrik) insyallah hampir clear,” ujar Bahlil dalam konferensi pers usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Rabu (11/1).
Menanggapi hal tersebut, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto menyambut baik siapa pun yang akan berinvestasi di Indonesia.
Baca Juga: Kabar Baik, Vietnam Perpanjang Pembebasan Bea Masuk Impor Mobil dari Indonesia
"Apalagi dalam rangka mendukung industri otomotif di Indonesia," ujar Jongkie saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (11/1).
Gaikindo berharap, adanya transfer teknologi dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam setiap investasi pengembangan baterai EV di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia belum mau menyebut berapa jumlah investasi yang akan dikucurkan Britishvolt.
Bahlil menegaskan, investasi ekosistem electric vehicle yang saat ini tengah dibangun pemerintah, terbuka untuk semua negara. Artinya, tidak ada prioritas negara tertentu untuk berinvestasi dalam ekosistem EV di Indonesia.
Bahlil mencontohkan, perusahaan LG asal Korea Selatan sudah masuk dengan nilai investasi US$ 8,9 miliar. Lalu, investasi CATL dari Tiongkok sekitar US$ 5,2 miliar.
Baca Juga: DFSK Super Cab untuk Untung yang Maksimal
Selain Britishvolt, Bahlil mengatakan, akan ada investor baru dari Jepang dan Amerika Serikat yang berminat untuk berinvestasi pada ekosistem EV di Indonesia. Namun Bahlil belum mau menyebut nama perusahaannya karena belum ada kesepakatan yang sah.
“Prosesnya sudah 80%,” ungkap Bahlil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News